PERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19
TAHUN 2003
TENTANG
PENGAMANAN ROKOK BAGI
KESEHATAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a.
bahwa
rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya
bagi kesehatan individu dan masyarakat, oleh karena itu perlu dilakukan
berbagai upaya pengamanan;
b.
bahwa
sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 44 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1999
tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2000;
c.
bahwa
untuk lebih mengefektifkan pelaksanaan pengamanan rokok bagi kesehatan
dipandang perlu menyempurnakan pengaturan mengenai pengamanan rokok bagi
kesehatan dengan Peraturan Pemerintah;
Mengingat :
a.
Pasal
5 ayat (2) Undang Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan
Keempat Undang-Undang Dasar 1945;
b.
Undang-undang
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
c.
Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821);
d.
Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4252);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH
TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud
dengan :
a.
Rokok
adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan
dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan
tar dengan atau tanpa bahan tambahan.
b.
Nikotin
adalah zat, atau bahan senyawa pirrolidin yang terdapat dalam Nikotiana
Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang bersifat
adiktif dapat mengakibatkan
ketergantungan.
c.
Tar
adalah senyawa polinuklir hidrokarbon aromatika yang bersifat karsinogenik.
d.
Pengamanan
rokok adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka mencegah
dan/atau menangani dampak penggunaan rokok baik langsung maupun tidak langsung
terhadap kesehatan.
e.
Produksi
adalah kegiatan atau proses menyiapkan, mengolah, membuat, menghasilkan,
mengemas, mengemas kembali dan/atau
mengubah bentuk bahan baku
menjadi rokok.
f.
Iklan
rokok, selanjutnya disebut Iklan, adalah kegiatan untuk memperkenalkan,
memasyarakatkan dan/atau mempromosi-kan rokok dengan atau tanpa imbalan kepada
masyarakat dengan tujuan mempengaruhi konsumen agar menggunakan rokok yang
ditawarkan.
g.
Label
rokok, selanjutnya disebut Label, adalah setiap keterangan mengenai rokok yang
berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan
pada rokok, dimasukkan ke dalam, ditempatkan pada, atau merupakan bagian
kemasan rokok.
h.
Tempat
umum adalah sarana yang diselenggarakan oleh Pemerintah, swasta atau
perorangan yang digunakan untuk kegiatan
bagi masyarakat.
i.
Tempat
kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau
tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk
keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.
j.
Angkutan
umum adalah alat angkutan bagi
masyarakat yang dapat berupa kendaraan
darat, air dan udara.
k.
Kawasan
tanpa rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi
dan/atau penggunaan rokok.
l.
Setiap
orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan
hukum maupun tidak.
m.
Menteri
adalah Menteri yang bertanggung jawab di
bidang kesehatan.
BAB II
PENYELENGGARAAN
PENGAMANAN ROKOK
Bagian Pertama
Umum
Pasal 2
Penyelenggaraan pengamanan rokok bagi
kesehatan bertujuan untuk mencegah penyakit akibat penggunaan rokok bagi
individu dan masyarakat dengan :
a.
melindungi
kesehatan masyarakat terhadap insidensi penyakit yang fatal dan penyakit yang
dapat menurunkan kualitas hidup akibat penggunaan rokok;
b.
melindungi
penduduk usia produktif dan remaja dari dorongan lingkungan dan pengaruh iklan
untuk inisiasi penggunaan dan ketergantungan terhadap rokok;
c.
meningkatkan
kesadaran, kewaspadaan, kemampuan dan kegiatan masyarakat terhadap bahaya
kesehatan terhadap penggunaan rokok.
Pasal 3
Penyelenggaraan pengamanan rokok bgi
kesehatan dilaksanakan dengan pengaturan :
a.
kandungan
kadar nikotin dan tar;
b.
persyaratan
produksi dan penjualan rokok;
c.
persyaratan
iklan dan promosi rokok;
d.
penetapan
kawasan tanpa rokok.
Bagian Kedua
Kandungan Kadar
Nikotin dan Tar
Pasal 4
1.
Setiap
orang yang memproduksi rokok wajib melakukan pemeriksaan kandungan kadar
nikotin dan tar pada setiap hasil produksinya.
2.
Pemeriksaan
kandungan kadar nikotin dan tar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
di laboratorium yang sudah terakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 5
Setiap orang yang memproduksi rokok wajib
memberikan informasi kandungan kadar nikotin dan tar setiap batang rokok yang
di produksinya.
Bagian Ketiga
Keterangan pada Label
Pasal 6
1.
Setiap
orang yang memproduksi rokok wajib mencantumkan informasi tentang kandungan
kadar nikotin dan tar setiap batang rokok, pada label dengan penempatan yang
jelas dan mudah dibaca.
2.
Pencantuman
informasi tentang kandungan kadar nikotin dan tar sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) ditempatkan pada salah satu
sisi kecil setiap kemasan rokok, dibuat kotak dengan garis pinggir 1 (satu) mm,
warna kontras antara warna dasar dan tulisan, ukuran tulisan sekurang-kurangnya
3 (tiga) mm, sehingga dapat jelas dibaca.
Pasal 7
Selain pencantuman kandungan kadar nikotin
dan tar sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6, pada kemasan harus dicantumkan pula:
a.
kode
produksi pada setiap kemasan rokok;
b.
tulisan
peringatan kesehatan pada label di bagian kemasan yang mudah dilihat dan
dibaca.
Pasal 8
1.
Peringatan
kesehatan pada setiap label harus berbentuk tulisan.
2.
Tulisan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa “merokok dapat menyebabkan kanker,
serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin”.
Pasal 9
1.
Tulisan
peringatan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dicantumkan
dengan jelas pada label di bagian kemasan yang mudah dilihat dan dibaca.
2.
Tulisan
peringatan kesehatan dicantumkan pada salah satu sisi lebar setiap kemasan
rokok, dibuat kotak dengan garis pinggir
1 (satu) mm, warna kontras antara warna dasar dan tulisan, ukuran tulisan
sekurang-kurangnya 3 (tiga) mm, sehingga dapat jelas dibaca.
Bagian Keempat
Produksi dan
Penjualan Rokok
Pasal 10
Setiap orang yang memproduksi rokok wajib
memiliki izin di bidang perindustrian.
Pasal 11
1.
Setiap
orang yang memproduksi rokok dilarang menggunakan bahan tambahan dalam proses
produksi yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan.
2.
Ketentuan
lebih lanjut tentang bahan tambahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Pasal 12
Menteri yang bertanggung jawab di bidang
pertanian berkewajiban menggerakkan, mendorong dan menggunakan ilmu pengetahuan
dan teknologi untuk menghasilkan produk tanaman tembakau dengan risiko
kesehatan seminimal mungkin.
Pasal 13
Menteri yang bertanggungjawab di bidang
perindustrian berkewajiban menggerakkan, mendorong dan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam proses
produksi rokok untuk menghasilkan produk rokok dengan risiko kesehatan
seminimal mungkin.
Pasal 14
Produk rokok yang dimasukkan ke dalam wilayah
Indonesia harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5,
Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 11.
Pasal 15
1.
Penjualan
rokok dengan menggunakan mesin layan diri hanya dapat dilakukan di
tempat-tempat tertentu.
2.
Ketentuan
lebih lanjut tentang tempat-tempat tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.
Bagian Kelima
Iklan dan Promosi
Pasal 16
1.
Iklan
dan promosi rokok hanya dapat dilakukan oleh setiap orang yang memproduksi
rokok dan/atau yang memasukkan rokok ke dalam wilayah Indonesia.
2.
Iklan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan di media elektronik, media
cetak atau media luar ruang.
3.
Iklan
pada media elektronik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dapat dilakukan
pada pukul 21.30 sampai dengan pukul 05.00 waktu setempat.
Pasal 17
Materi iklan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16 ayat (2) dilarang :
a.
merangsang
atau menyarankan orang untuk merokok;
b.
menggambarkan
atau menyarankan bahwa merokok memberikan manfaat bagi kesehatan;
c.
memperagakan
atau menggambarkan dalam bentuk gambar, tulisan atau gabungan keduanya, bungkus
rokok, rokok atau orang sedang merokok atau mengarah pada orang yang sedang
merokok;
d.
ditujukan
terhadap atau menampilkan dalam bentuk gambar atau tulisan atau gabungan
keduanya, anak, remaja, atau wanita hamil;
e.
mencantumkan
nama produk yang bersangkutan adalah rokok;
f.
bertentangan
dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.
Pasal 18
1.
Setiap
iklan pada media elektronik, media cetak
dan media luar ruang harus mencantumkan peringatan bahaya merokok bagi
kesehatan.
2.
Pencantuman
peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus ditulis dengan huruf yang
jelas sehingga mudah dibaca, dan dalam ukuran yang proporsional disesuaikan
dengan ukuran iklan tersebut.
Pasal 19
Setiap orang yang memproduksi rokok dan/atau
memasukkan rokok kedalam wilayah Indonesia dilarang melakukan
promosi dengan memberikan secara
cuma-cuma atau hadiah berupa rokok atau produk lainnya dimana dicantumkan bahwa
merek dagang tersebut merupakan rokok.
Pasal 20
Kegiatan sponsor dalam rangka iklan dan
promosi yang dilakukan oleh setiap orang yang memproduksi rokok dan/atau yang
memasukkan rokok ke dalam wilayah Indonesia, hanya dapat dilakukan
dengan tetap mengikuti ketentuan periklanan dan promosi sebagaimana diatur
dalam Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 21
1.
Setiap
orang yang memproduksi rokok dan/atau memasukkan rokok ke wilayah Indonesia
dalam melakukan iklan dan promosi rokok pada suatu kegiatan harus memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 , Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19
dan Pasal 20.
2.
Pimpinan
atau penanggung jawab suatu kegiatan berkewajiban menolak bentuk promosi rokok
yang tidak memenuhi Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19 dan Pasal 20.
Bagian Keenam
Kawasan Tanpa Rokok
Pasal 22
Tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja
dan tempat yang secara spesifik sebagai tempat proses belajar mengajar, arena
kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum dinyatakan sebagai kawasan tanpa
rokok.
Pasal 23
Pimpinan atau penanggungjawab tempat umum dan
tempat kerja yang menyediakan tempat khusus untuk merokok harus menyediakan
alat penghisap udara sehingga tidak mengganggu kesehatan bagi yang tidak
merokok.
Pasal 24
Dalam angkutan umum dapat disediakan tempat
khusus untuk merokok dengan ketentuan :
a.
lokasi
tempat khusus untuk merokok terpisah secara fisik/tidak bercampur dengan
kawasan tanpa rokok pada angkutan umum yang sama;
b.
dalam
tempat khusus untuk merokok harus dilengkapi alat penghisap udara atau memiliki
sistem sirkulasi udara yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri
yang bertanggung jawab di bidang perhubungan.
Pasal 25
Pemerintah Daerah wajib mewujudkan kawasan
tanpa rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, di wilayahnya.
BAB III
PERAN MASYARAKAT
Pasal 26
Masyarakat termasuk setiap orang yang
memproduksi rokok dan/atau yang memasukkan rokok ke dalam wilayah Indonesia,
memiliki kesempatan untuk berperan
seluas-luasnya dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal melalui terbentuknya kawasan tanpa rokok.
Pasal 27
Peran masyarakat diarahkan untuk meningkatkan
dan mendayagunakan kemampuan yang ada pada masyarakat dalam rangka
penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan.
Pasal 28
Peran masyarakat dapat dilakukan oleh
perorangan, kelompok, badan hukum atau
badan usaha, dan lembaga atau organisasi
yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Pasal 29
Peran
masyarakat dilaksanakan melalui :
a.
pemikiran
dan pertimbangan berkenaan dengan penentuan kebijaksanaan dan/atau pelaksanaan
program pengamanan rokok bagi kesehatan;
b.
penyelenggaraan,
pemberian bantuan dan/atau kerjasama dalam kegiatan penelitian dan pengembangan
penanggu-langan bahaya merokok terhadap kesehatan;
c.
pengadaan
dan pemberian bantuan sarana dan prasarana bagi penyelenggara pengamanan rokok
bagi kesehatan;
d.
keikutsertaan
dalam pemberian bimbingan dan penyuluhan serta penyebarluasan informasi kepada
masyarakat berkenaan dengan penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan;
e.
kegiatan
pengawasan dalam rangka penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan.
Pasal 30
Peran masyarakat dalam rangka penyelenggaraan
upaya pengamanan rokok bagi kesehatan dilaksanakan berpedoman kepada
kebijaksanaan pemerintah dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 31
Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, Menteri bekerja sama dengan
instansi terkait lainnya menyebarluaskan informasi dan pengertian
penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan.
BAB IV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Pertama
Pembinaan
Pasal 32
Menteri, Menteri terkait dan Pemerintah
Daerah melakukan pembinaan atas pelaksanaan pengamanan rokok bagi kesehatan
dengan mendorong dan menggerakkan :
a.
produk
rokok yang memiliki risiko kesehatan seminimal mungkin;
b.
terwujudnya
kawasan tanpa rokok;
c.
berbagai
kegiatan untuk menurunkan jumlah perokok.
Pasal 33
Pembinaan atas penyelenggaraan pengamanan
rokok bagi kesehatan dilaksanakan melalui pemberian informasi dan penyuluhan,
dan pengembangan kemampuan masyarakat untuk berperilaku hidup sehat.
Pasal 34
1.
Menteri
dan Menteri terkait dalam melakukan pembinaan penyelenggaraan upaya pengamanan rokok bagi kesehatan dapat :
a.
secara
sendiri atau bekerja sama
menyelenggarakan berbagai kegiatan untuk pembinaan dalam
penyeleng-garaan upaya pengamanan rokok bagi kesehatan;
b.
bekerja
sama dengan badan atau lembaga internasional atau organisasi kemasyarakatan
untuk menyelenggara-kan pengamanan rokok bagi kesehatan;
c.
memberikan
penghargaan kepada orang atau badan yang telah berjasa dalam membantu
pelaksanaan pengamanan rokok bagi kesehatan.
2.
Menteri
yang bertanggung jawab di bidang pertanian,
mendorong dilaksanakan diversifikasi tanaman tembakau ke jenis tanaman
lain.
3.
Menteri
yang bertanggung jawab di bidang perindustrian mendorong dilaksanakan diversifikasi usaha industri
rokok ke industri lain.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 35
1.
Menteri
dan Menteri terkait melakukan pengawasan atas pelaksanaan upaya pengamanan
rokok bagi kesehatan.
2.
Dalam
rangka pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Menteri dan Menteri
terkait dapat mengambil tindakan administratif terhadap pelanggaran ketentuan
dalam Peraturan Pemerintah ini sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
masing-masing.
3.
Tindakan
administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat berupa:
a.
teguran
lisan;
b.
teguran
tertulis;
c.
penghentian
sementara kegiatan;
d.
pencabutan
izin industri.
Pasal 36
1.
Pengawasan
terhadap produk rokok yang beredar dan iklan dilaksanakan oleh Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan.
2.
Dalam
rangka pengawasan produk rokok yang beredar dan iklan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan dapat memberikan teguran
lisan, teguran tertulis dan/atau membuat rekomendasi untuk melakukan
penghentian sementara kegiatan atau pencabutan izin industri kepada instansi
terkait.
BAB V
KETENTUAN PIDANA
Pasal 37
Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Pasal
5, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 14,
Pasal 15 ayat (1), Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20 dan Pasal
21 ayat (2) dipidana dengan pidana sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 38
1.
Produk
lain yang mengandung Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya dan/atau hasil olahannya
termasuk pembuatan sintetis yang jenis dan sifatnya sama atau serupa dengan
yang dihasilkan oleh Nicotiana spesiesnya termasuk dalam ketentuan Peraturan
Pemerintah ini.
2.
Produk
lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Menteri
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 39
Setiap orang yang memproduksi rokok dan/atau
memasukkan rokok ke dalam wilayah Indonesia harus menyesuaikan dengan
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini paling lambat dalam waktu 1 (satu)
tahun sejak Peraturan Pemerintah ini ditetapkan.
Pasal 40
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini,
semua peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1999
tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2000 dinyatakan tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 41
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini,
Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok Bagi
Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
2000, dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 42
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10
Maret 2003
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
MEGAWATI
SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di
Jakarta
pada tanggal 10 Maret
2003
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2003 NOMOR
36
Salinan sesuai dengan
aslinya
Deputi Sekretaris
Kabinet
Bidang Hukum dan
Perundang-undangan,
Lambock V. Nahattands
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19
TAHUN 2003
TENTANG
PENGAMANAN ROKOK BAGI
KESEHATAN
I.
UMUM
Pembangunan kesehatan
sebagai salah satu upaya pembangunan nasional
diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup
sehat bagi setiap penduduk, agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
Untuk mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat tersebut, diselenggarakan
berbagai upaya kesehatan dimana salah satu upaya dimaksud adalah pengamanan zat
adiktif yang diatur dalam Pasal 44 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan.
Rokok merupakan salah
satu zat adiktif yang bila digunakan dapat mengakibatkan bahaya kesehatan bagi
individu dan masyarakat, oleh karena dalam rokok terdapat kurang lebih 4.000
(empat ribu) zat kimia antara lain
nikotin yang bersifat adiktif dan
tar yang bersifat karsinogenik, yang dapat mengakibatkan berbagai penyakit
antara lain kanker, penyakit jantung, impotensi, penyakit darah, enfisema,
bronkitis kronik, dan gangguan kehamilan.
Dalam rangka
peningkatan upaya penanggulangan bahaya akibat merokok dan juga implementasi
pelaksanaannya di lapangan lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan
peraturan perundang-undangan dalam
bentuk Peraturan Pemerintah
tentang Pengamanan Rokok
Bagi Kesehatan, dengan tujuan :
a.
melindungi
kesehatan dari bahaya akibat merokok;
b.
membudayakan
hidup sehat;
c.
menekan
perokok pemula;
d.
melindungi
kesehatan perokok pasif.
Prevalensi perokok
aktif di Indonesia
meningkat dengan sangat cepat dalam dua dekade terakhir. Data survei Kesehatan
Nasional Tahun 2001 menunjukkan bahwa 54,5% (lima puluh empat koma lima persen)
laki-laki dan 1,2% (satu koma dua persen) perempuan Indonesia berusia lebih
dari 10 (sepuluh) tahun, merupakan perokok aktif. Sekitar 28,3% (dua puluh
delapan koma tiga persen) perokok adalah tergolong dalam sosial ekonomi rendah,
dimana mereka membelanjakan rata-rata 15%-16%
(lima belas persen sampai dengan enam belas persen) dari pendapatan
dalam sebulan untuk membeli rokok.
Tingkat kematian
akibat kebiasaan merokok di Indonesia
telah mencapai 57.000 (lima
puluh tujuh ribu) orang setiap tahunnya dan 4.000.000 (empat juta) kematian di
dunia setiap tahunnya. Pada Tahun 2030 diperkirakan tingkat kematian di dunia
akibat konsumsi tembakau akan mencapai 10.000 (sepuluh ribu) orang tiap
tahunnya, dengan sekitar 70% (tujuh puluh persen) terjadi di negara-negara
berkembang termasuk Indonesia.
Pengamanan rokok bagi
kesehatan perlu dilaksanakan dengan pemberian informasi tentang kandungan kadar
nikotin dan tar yang ada pada setiap batang rokok, pencantuman peringatan pada
label, pengaturan produksi dan penjualan rokok dan periklanan dan promosi
rokok. Selain itu, perlu ditetapkan pula kawasan tanpa rokok pada tempat umum,
sarana kesehatan, tempat kerja dan tempat yang secara spesifik sebagai tempat
proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum.
Dalam Peraturan
Pemerintah ini, iklan dan promosi rokok hanya dapat dilakukan dengan
persyaratan tertentu yang ditetapkan.
Ketentuan mengenai
iklan tersebut juga harus memperhatikan ketentuan Pasal 46 ayat (3) huruf c Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Peran masyarakat
dalam upaya pengamanan rokok bagi kesehatan perlu ditingkatkan agar terbentuk
kawasan tanpa rokok di semua tempat/sarana.
Pembinaan dan
pengawasan oleh Menteri Kesehatan atas pelaksanaan pengamanan rokok bagi
kesehatan dilaksanakan dalam berbagai bidang melalui pemberian informasi,
penyuluhan, dan pengembangan kemampuan masyarakat untuk berperilaku hidup
sehat.
Pelanggaran ketentuan
dalam Peraturan Pemerintah ini dapat dikenakan tindakan administratif dan
sanksi pidana sesuai dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan.
Pengamanan rokok bagi
kesehatan ini juga perlu dilaksanakan secara terpadu dengan lintas sektor yang
terkait. Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan yang erat kaitannya dengan pengamanan rokok ini perlu
diperhatikan seperti Undang-undang Nomor
1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kesehatan Kerja, Undang-undang Nomor 5 Tahun
1984 tentang Perindustrian, Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan,
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995
tentang Cukai, Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang
Ketenaga-kerjaan, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, Undang-undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang
Penyiaran.
II.
PASAL
DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Merokok merugikan kesehatan baik bagi perokok
itu sendiri maupun orang lain disekitarnya yang tidak merokok (perokok pasif).
Perokok mempunyai risiko 2 – 4 kali lipat untuk terkena penyakit jantung
koroner dan risiko lebih tinggi untuk kematian mendadak.
Perlindungan terhadap perokok pasif perlu
dilakukan mengingat risiko terkena penyakit kanker bagi perokok pasif 30% (tiga
puluh persen) lebih besar dibandingkan dengan perokok itu sendiri. Perokok
pasif juga dapat terkena penyakit lainnya
seperti penyakit jantung iskemik yang disebabkan oleh asap rokok.
Pasal 3
Huruf a
Kadar maksimum kandungan nikotin dan tar pada
setiap batang rokok yang beredar perlu diinformasikan. Nikotin dapat
menyebabkan penyempitan pembuluh darah termasuk pembuluh darah koroner yang
memberi oksigen pada jantung. Karena penyempitan pembuluh darah, maka jantung
akan bekerja keras, sehingga memerlukan oksigen lebih banyak yang menyebabkan aliran darah dipercepat dan terjadi kenaikan
tekanan darah, bila terjadi penyumbatan
arteri koroner, tidak ada aliran oksigen ke otot jantung yang mengakibatkan
serangan jantung. Sedangkan tar yang bersifat karsinogenik dapat menyebabkan
penyakit kanker.
Huruf b
Rokok yang akan diedarkan harus memenuhi
persyaratan yang ditetapkan untuk
mencegah dampak bahaya terhadap kesehatan.
Penjualan rokok perlu diatur agar tidak
memberikan kemudahan bagi anak untuk memperoleh rokok.
Huruf c
Periklanan dan promosi rokok perlu diatur
karena dapat mendorong bertambahnya perokok pemula.
Huruf d
Dalam rangka melindungi kesehatan individu
dan masyarakat dari bahaya akibat merokok, Pemerintah melakukan upaya penanggulangannya, diantaranya
pengaturan penetapan kawasan tanpa rokok.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan laboratorium yang
terakreditasi dalam ketentuan ini adalah laboratorium yang telah memenuhi
standar akreditasi yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang.
Pasal 5
Kewajiban untuk memberikan informasi
kandungan kadar nikotin dan tar dalam
ketentuan ini dilakukan apabila telah mendapatkan hasil pemeriksaan kandungan
kadar nikotin dan tar dari laboratorium yang telah terakreditasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2).
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pencantuman informasi sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan ini dilakukan sebagai berikut :
a.
garis
pinggir warna hitam, dasar kotak berwarna putih dan tulisan warna hitam; atau
b.
garis
pinggir, warna dasar kotak dan tulisan dapat diberi warna lain sepanjang
tulisan peringatan dapat dibaca dengan jelas.
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Bahan tambahan yang dimaksud antara lain
penambah rasa, penambah aroma, pewarna dan obat-obatan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 12
Dengan digunakannya ilmu pengetahuan dan
teknologi diharapkan hasil strain tembakau dengan kadar nikotin dan tar rendah
sehingga dampak risiko kesehatan minimal.
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Dalam menentukan lokasi penempatan mesin
layan diri (vending machine), perlu dipertimbangkan agar lokasi jauh dari
jangkauan anak-anak.
Ayat (2)
Penentuan tempat-tempat tertentu dalam
ketentuan ini harus memperhatikan jarak dengan kawasan tanpa rokok.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud media luar ruang antara lain
billboard dan media elektronik
(billboard electronic ) yang berada di luar ruangan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 17
Huruf a
Termasuk dalam hal ini antara lain
menampilkan adegan menawarkan rokok, membuka bungkus rokok, mengajak orang
merokok.
Huruf b
Termasuk dalam hal ini antara lain merokok
membuat langsing, menambah konsentrasi dan lain-lain yang bertentangan dengan
aspek kesehatan.
Huruf c
Termasuk dalam hal ini antara lain
menampilkan gambar bungkus rokok baik sebagian atau secara utuh, gambar batang
rokok, tulisan rokok, gambar asap rokok.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Yang dimaksud dengan norma yang berlaku dalam
masyarakat adalah norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan norma
kesopanan.
Pasal 18
Ayat (1)
Pencantuman peringatan dimaksud dalam
ketentuan ini hendaknya mengacu pada tulisan peringatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (2). Pencantuman peringatan bahaya merokok pada penyiaran
televisi lamanya harus dapat memberikan kesempatan pada orang untuk membacanya
dengan baik. Peringatan bahaya merokok pada penyiaran radio harus diberikan
dengan suara yang jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud ukuran yang proporsional dalam
ketentuan ini yaitu untuk media cetak dan media luar ruang antara lain luas
kolom yang memuat peringatan kesehatan sekurang-kurangnya 15% (lima belas
persen) dari luas total iklan, dengan tulisan yang jelas dan mudah dibaca oleh
masyarakat.
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Tempat khusus dalam ketentuan ini adalah tempat
yang disediakan untuk para perokok yang terpisah dan tidak berhubungan dengan ruangan tanpa rokok dan harus
mempunyai alat penghisap udara.
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Peran serta masyarakat yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah
partisipasi masyarakat termasuk produsen atau importir dalam upaya mewujudkan
terbentuknya kawasan tanpa rokok di tempat-tempat umum, sarana kesehatan,
tempat kerja, dan angkutan umum.
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Menteri terkait antara
lain Menteri yang bertanggung jawab di bidang pertanian, Menteri yang
bertanggung jawab di bidang perindustrian dan perdagangan, dan Menteri yang
bertanggung-jawab di bidang kepabeanan dan cukai.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 36
Ayat (1)
Pengawasan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam ketentuan
ini berkaitan dengan kebenaran kandungan kadar nikotin dan tar, pencantuman
peringatan kesehatan pada label dan ketaatan dalam pelaksanaan iklan dan
promosi rokok.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 37
Yang dimaksud dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku adalah Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4276
Tidak ada komentar:
Posting Komentar