KITAB UNDANG-UNDANG
HUKUM ACARA PIDANA
(KUHAP)
NOMOR 8 TAHUN 1981
Bab I : Ketentuan Umum
Bab II
: Ruang Lingkup Berlakunya
Undang-undang
Bab
III : Dasar Peradilan
Bab IV
: Penyidik dan Penuntut Umum
Bagian Kesatu : Penyelidik dan Penyidik
Bab IV
: Penyidik dan Penuntut Umum
Bagian Kedua : Penyidik Pembantu
Bab IV
: Penyidik dan Penuntut Umum
Bagian Ketiga : Penuntut Umum
Bab V : Penangkapan, Penahanan,
Penggeledahan Badan, Pemasukan Rumah,
Penyitaan Dan Pemeriksaan Surat Bagian Kesatu :Penangkapan
Bab V : Penangkapan, Penahanan,
Penggeledahan Badan, Pemasukan Rumah,
Penyitaan Dan Pemeriksaan Surat Bagian Kedua : Penahanan
Bab V : Penangkapan, Penahanan,
Penggeledahan Badan, Pemasukan Rumah,
Penyitaan Dan Pemeriksaan Surat Bagian Ketiga : Penggeledahan
Bab V : Penangkapan, Penahanan,
Penggeledahan Badan, Pemasukan Rumah,
Penyitaan Dan Pemeriksaan Surat Bagian Keempat : Penyitaan
Bab V : Penangkapan, Penahanan,
Penggeledahan Badan, Pemasukan Rumah,
Penyitaan Dan Pemeriksaan Surat Bagian Kelima : Pemeriksaan Surat
Bab VI
: Tersangka dan Terdakwa
Bab
VII : Bantuan Hukum
Bab
VIII : Berita Acara
Bab IX
: Sumpah atau Janji
Bab X : Wewenang Pengadilan Untuk
Mengadili Bagian Kesatu : Praperadilan
Bab X :
Wewenang Pengadilan Untuk Mengadili Bagian Kedua : Pengadilan Negeri
Bab X : Wewenang Pengadilan Untuk
Mengadili Bagian Ketiga : Pengadilan Tinggi
Bab X : Wewenang Pengadilan Untuk
Mengadili Bagian Keempat : Mahkamah Agung
Bab XI
: Koneksitas
Bab
XII : Ganti Kerugian dan
Rehabilitasi Bagian Kesatu : Ganti Kerugian
Bab
XII : Ganti Kerugian dan
Rehabilitasi Bagian Kedua : Rehabilitasi
Bab
XIII : Penggabungan Perkara
Gugatan Ganti Kerugian
Bab
XIV : Penyidikan Bagian Kesatu :
Penyelidikan
Bab
XIV : Penyidikan Bagian Kedua :
Penyidikan
Bab XV
: Penuntutan
Bab XVI :
Pemeriksaan di Sidang Pengadilan Bagian Kesatu : Panggilan dan Dakwaan
Bab
XVI : Pemeriksaan di Sidang
Pengadilan Bagian Kedua : Memutus Sengketa Mengenai Wewenang Mengadili
Bab
XVI : Pemeriksaan di Sidang
Pengadilan Bagian Ketiga : Acara Pemeriksaan Biasa
Bab
XVI : Pemeriksaan di Sidang
Pengadilan Bagian Keempat : Pembuktian dan Putusan Dalam Acara Pemeriksaan
Biasa
Bab
XVI : Pemeriksaan di Sidang
Pengadilan Bagian Kelima : Acara Pemeriksaan Biasa
Bab
XVI : Pemeriksaan di Sidang
Pengadilan Bagian Keenam : Acara Pemeriksaan Cepat
Bab
XVI : Pemeriksaan di Sidang
Pengadilan Bagian Ketujuh : Pelbagai Ketentuan
Bab
XVII : Upaya Hukum Bagian Kesatu :
Pemeriksaan Tingkat Banding
Bab
XVII : Upaya Hukum Bagian Kedua :
Pemeriksaan Untuk Kasasi
Bab
XVIII : Upaya Hukum Luar Biasa
Bagian Kesatu : Pemeriksaan Tingkat Kasasi
Demi Kepentingan Hukum
Bab
XVIII : Upaya Hukum Luar Biasa
Bagian Kedua : Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Yang Telah Memperoleh
Kekuatan Hukum Yang Tetap
Bab
XIX : Pelaksanaan Putusan
Pengadilan
Bab XX
: Pengawasan Dan Pengamatan
Pelaksanaan Putusan Pengadilan
Bab
XXI : Ketentuan Peralihan
Bab
XXII : Ketentuan Penutup
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Yang dimaksud dalam undang-undang ini dengan:
1.
Penyidik
adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai
negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk
melakukan penyidikan.
2.
Penyidikan
adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan
bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya.
3.
Penyidik
pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang karena diberi
wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam
undang-undang ini.
4.
Penyelidik
adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh
undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan.
5.
Penyelidikan
adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu
peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya
dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
6.
Jaksa
adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak
sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Penuntut umum adalah
jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan
dan melaksanakan penetapan hakim.
7.
Penuntutan
adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan
negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang
ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang
pengadilan.
8.
Hakim
adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk
mengadili.
9.
Mengadili
adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus
perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang
pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
10.
Praperadilan
adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang
diatur dalam undang-undang ini, tentang:
a.
sah
atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka
atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka
b.
sah
atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas
permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
c.
permintaan
ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak
lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
11.
Putusan
pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan
terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dan segala tuntutan
hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
12.
Upaya
hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan
pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana
untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara
yang diatur dalam undang-undang ini.
13.
Penasihat
hukum adalah seorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasarkan
undang-undang untuk memberi bantuan hukum.
14.
Tersangka
adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti
permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
15.
Terdakwa
adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang
pengadilan.
16.
Penyitaan
adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di
bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak
berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan
peradilan.
17.
Penggeledahan
rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat
tertutup Iainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan
atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
18.
Penggeledahan
badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau
pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau
dibawanya serta, untuk disita.
19.
Tertangkap
tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana,
atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau
sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya,
atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah
dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah
pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.
20.
Penangkapan
adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan
tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan
penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang
diatur dalam undang-undang ini.
21.
Penahanan
adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau
penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang
diatur dalam undang-undang ini.
22.
Ganti
kerugian adalah hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang
berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun
diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan
mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini.
23.
Rehabilitasi
adalah hak seorang untuk mendapat pemulihan hanya dalam kemampuan, kedudukan
dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan
atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan
yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau
hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
24.
Laporan
adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban
berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang
atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.
25.
Pengaduan
adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada
pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah
melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya.
26.
Saksi
adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,
penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri,
ia Iihat sendiri dan ia alami sendiri.
27.
Keterangan
saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan
dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, Ia lihat
sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dan pengetahuannya itu.
28.
Keterangan
ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian
khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana
guna kepentingan pemeriksaan.
29.
Keterangan
anak adalah keterangan yang diberikan oleh seorang anak tentang hal yang
diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan
pemeriksaan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
30.
Keluarga
adalah mereka yang mempunyai hubungan darah sampai derajat tertentu atau
hubungan perkawinan dengan mereka yang terlibat dalam suatu proses pidana
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
31.
Satu
hari adalah dua puluh empat jam dan satu bulan adalah waktu tiga puluh hari.
32.
Terpidana
adalah seorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
BAB II
RUANG LINGKUP
BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG
Pasal 2
Undang-undang ini berlaku untuk melaksanakan
tatacara peradilan dalam lingkungan peradilan umum pada semua tingkat
peradilan.
BAB III
DASAR PERADILAN
Pasal 3
Peradilan dilakukan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini.
BAB IV
PENYIDIK DAN PENUNTUT
UMUM
Bagian Kesatu
Penyelidik dan
Penyidik
Pasal 4
Penyelidik adalah setiap pejabat polisi
negara Republik Indonesia.
Pasal 5
1.
Penyelidik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4:
a.
Karena
kewajibannya mempunyai wewenang :
1)
menerima
laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
2)
mencari
keterangan dan barang bukti;
3)
menyuruh
berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal
diri;
4)
mengadakan
tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
b.
atas
perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa:
1)
penangkapan,
larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan;
2)
pemeriksaan
dan penyitaan surat;
3)
mengambil
sidik jari dan memotret seorang;
4)
membawa
dan menghadapkan seorang pada penyidik.
2.
Penyelidik
membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan sebagaimana
tersebut pada ayat (1) huruf a dan huruf b kepada penyidik.
Pasal 6
1.
Penyidik
adalah:
a.
pejabat
polisi negara Republik Indonesia;
b.
pejabat
pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
2.
Syarat
kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur Iebih
lanjut dalam peraturan pemerintah.
Pasal 7
1.
Penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a karena kewajibannya
mempunyai wewenang :
a.
menerima
Iaporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
b.
melakukan
tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
c.
menyuruh
berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d.
melakukan
penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
e.
melakukan
pemeriksaan dan penyitaan surat;
f.
mengambil
sidik jari dan memotret seorang;
g.
memanggil
orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
h.
mendatangkan
orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
i.
mengadakan
penghentian penyidikan;
j.
mengadakan
tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
2.
Penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai wewenang sesuai
dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam
pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik
tersebut dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a.
3.
Dalam
melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), penyidik
wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku.
Pasal 8
1.
Penyidik
membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud dalam
PasaI 75 dengan tidak mengurangi ketentuan lain dalam undang-undang ini.
2.
Penyidik
menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum.
3.
Penyerahan
berkas perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan:
a.
pada
tahap pertama penyidik hanya menyerahkan berkas perkara
b.
dalam
hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas
tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum.
Pasal 9
Penyelidik dan penyidik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a mempunyai wewenang melakukan tugas masing-masing
pada umumnya di seluruh wilayah Indonesia, khususnya di daerah hukum masing-masing
di mana ia diangkat sesuai dengan ketentuan undang-undang.
BAB IV
PENYIDIK DAN PENUNTUT
UMUM
Bagian Kedua
Penyidik Pembantu
Pasal 10
1.
Penyidik
pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang diangkat oleh Kepala
kepolisian negara Republik Indonesia
berdasarkan syarat kepangkatan dalam ayat (2) pasal ini.
2.
Syarat
kepangkatan sebagaimana tersebut pada ayat (1) diatur dengan peraturan
pemerintah.
Pasal 11
Penyidik pembantu mempunyai wewenang seperti
tersebut dalam Pasal 7 ayat (1), kecuali mengenai penahanan yang wajib
diberikan dengan pelimpahan wewenang dari penyidik.
Pasal 12
Penyidik pembantu membuat berita acara dan
menyerahkan berkas perkara kepada penyidik, kecuali perkara dengan acara
pemeriksaan singkat yang dapat langsung diserahkan kepada penuntut umum.
BAB IV
PENYIDIK DAN PENUNTUT
UMUM
Bagian Ketiga
Penuntut Umum
Pasal 13
Penuntut umum adalah jaksa yang diberi
wewenang oleh undangundang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan
penetapan hakim.
Pasal 14
Penuntut umum mempunyai wewenang:
a.
menerima
dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu;
b.
mengadakan
pra penuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan
ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), dengan memberi petunjuk dalam rangka
penyempurnaan penyidikan dari penyidik;
c.
memberikan
perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau
mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;
d.
membuat
surat dakwaan;
e.
melimpahkan
perkara ke pengadilan;
f.
menyampaikan
pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara
disidangkan yang disertai surat
panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang
yang telah ditentukan;
g.
melakukan
penuntutan;
h.
menutup
perkara demi kepentingan hukum;
i.
mengadakan
tindakan lain dalam Iingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum
menurut ketentuan undang-undang ini;
j.
melaksanakan
penetapan hakim.
Pasal 15
Penuntut umum menuntut perkara tindak pidana
yang terjadi dalam daerah hukumnya menurut ketentuan undang-undang.
BAB V
PENANGKAPAN,
PENAHANAN, PENGGELEDAHAN BADAN, PEMASUKKAN RUMAH, PENYITAAN DAN PEMERIKSAAN SURAT
Bagian Kesatu
Penangkapan
Pasal 16
1.
Untuk
kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik berwenang melakukan
penangkapan.
2.
Untuk
kepentingan penyidikan, penyidik dan penyidik pembantu berwenang melakukan
penangkapan.
Pasal 17
Perintah penangkapan dilakukan terhadap
seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan
yang cukup.
Pasal 18
1.
Pelaksanaan
tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia
dengan memperlihatkan surat
tugas serta memberikan kepada tersangka surat
perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan
alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan
serta tempat ia diperiksa.
2.
Dalam
hal tertangkap tangan penangkapan dulakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap
harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada
penyidik atau penyidik peinbantu yang terdekat.
3.
Tembusan
surat perintah
penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada
keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan.
Pasal 19
1.
Penangkapan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dapat dilakukan untuk paling lama satu
hari.
2.
Terhadap
tersangka pelaku pelanggaran tidak diadakan penangkapan kecuali dalam hal ia
telah dipanggil secara sah dua kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan itu
tanpa alasan yang sah.
BAB V
PENAHANAN,
PENGGELEDAHAN BADAN, PEMASUKAN RUMAH, PENYITAAN DAN PEMERIKSAAN SURAT
Bagian Kedua
Penahanan
Pasal 20
1.
Untuk
kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berwenang melakukan penahanan.
2.
Untuk
kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau
penahanan lanjutan.
3.
Untuk
kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya
berwenang melakukan penahanan.
Pasal 21
1.
Perintah
penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau
terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang
cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka
atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan
atau mengulangi tindak pidana.
2.
Penahanan
atau penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap
tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat
perintah penahanan atau penetapan hakim yang mencantumkan identitas tersangka
atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian singkat perkara
kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan serta tempat ia ditahan.
3.
Tembusan
surat perintah
penahanan atau penahanan lanjutan atau penetapan hakim sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) harus diberikan kepada keluarganya.
4.
Penahanan
tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan
tindak pidana dan atau percobaan maupun pembenian bantuan dalam tindak pidana
tersebut dalam hal:
a.
tindak
pidana itu diancam dengan pidana penjara lima
tahun atau lebih;
b.
tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat (3), Pasal 296, Pasal 335 ayat
(1), Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a,
Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 Kitab
Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 25 dan Pasal 26 Rechtenordonnantie
(pelanggaran terhadap ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan
Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471), Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-undang
Tindak Pidana Imigrasi (Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara
Tahun 1955 Nomor 8), Pasal 36 ayat (7), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47,
dan Pasal 48 Undangundang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika (Lembaran Negara
Tahun 1976 Nomor 37, Tambähan Lembaran Negara Nomor 3086).
Pasal 22
1.
Jenis
penahanan dapat berupa:
a.
penahanan
rumah tahanan negara;
b.
penahanan
rumah;
c.
penahanan
kota.
2.
Penahanan
rumah dilaksanakan di rumah tempat tinggal atau rumah kediaman tersangka atau
terdakwa dengan mengadakan pengawasan terhadapnya untuk menghindarkan segala
sesuatu yang dapat menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan atau
pemeriksaan di sidang pengadilan.
3.
Penahanan
kota
dilaksanakan di kota
tempat tinggal atau tempat kediamati tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban
bagi tersangka atau terdakwa melapor din pada waktu yang ditentukan.
4.
Masa
penangkapan dan atau penahanan dikurangkan seluruhnya dan pidana yang
dijatuhkan.
5.
Untuk
penahanan kota
pengurangan tersebut seperlima darijumlah lamanya waktu penahanan sedangkan
untuk penahanan rumah sepertiga dari jumlah Iamanya waktu penahanan.
Pasal 23
1.
Penyidik
atau penuntut umum atau hakim berwenang untuk mengalihkan jenis penahanan yang
satu kepada jenis penahanan yang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.
2.
Pengalihan
jenis penahanan dinyatakan secara tersendiri dengan surat perintah dari penyidik atau penuntut
umum atau penetapan hakim yang tembusannya diberikan kepada tersangka atau
terdakwa serta keluarganya dan kepada instansi yang benkepentingan.
Pasal 24
1.
Perintah
penahanan yang diberikan oleh penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20,
hanya berlaku paling lama dua puluh hari.
2.
Jangka
waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperIukan guna kepentingan
pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh penuntut umum yang
berwenang untuk paling lama empat puluh hari.
3.
Ketentuan
sebagamana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan
dikeluarkannya tersangka dan tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut,
jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.
4.
Setelah
waktu enam puluh hari tersebut, penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka dan
tahanan demi hukum.
Pasal 25
1.
Penintah
penahanan yang dibenikan oleh penuntut umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
20, hanya berlaku paling lama dua pulub hari.
2.
Jangka
waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan
pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri
yang berwenang untuk paling lama tiga puluh hari.
3.
Ketentuan
sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan
dikeluarkannya tersangka dan tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut,
jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.
4.
Setelah
waktu lima
puluh hari tersebut, penuntut umum harus sudah mengeluarkan tersangka dari
tahanan demi hukum.
Pasal 26
1.
Hakim
pengadilan negeri yang mengadili perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84,
guna kepentingan pemeriksaan berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling lama
tiga puluh hari.
2.
Jangka
waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan
pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri
yang bersangkutan untuk paling lama enam puluh hari.
3.
Ketentuan
sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan
dikeluarkannya terdakwa dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut,
jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.
4.
Setelah
waktu sembilan puluh hari walaupun perkara tersebut belum diputus, terdakwa
harus sudah dikeluarkan dan tahanan demi hukum.
Pasal 27
1.
Hakim
pengadilan tinggi yang mengadii perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87,
guna kepentingan pemeriksaan banding berwenang mengeluarkan surat perintah
penahanan untuk paling lama tiga puluh hari.
2.
Jangka
waktu sebagaimatia tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan
pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua peiigadilan
tinggi yang bersangkutan untuk paling lama enam puluh hari.
3.
Ketentuan
sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan
dikeluarkannya terdakwa dan tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut
jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.
4.
Setelah
waktu sembilan puluh hari walaupun perkara tersebut belum diputus, terdakwa
harus sudah dikeluarkan dan tahanan demi hukum.
Pasal 28
1.
Hakim
Mahkamah Agung yang mengadili perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88, guna
kepentingan pemeriksaan kasasi berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling lama lima puluh hari.
2.
Jangka
waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan
pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh Ketua Mahkamah Agung
untuk paling lama enam puluh hari.
3.
Ketentuan
sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan
dikeluarkannya terdakwa dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut,
jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.
4.
Setelah
waktu seratus sepuluh hari walaupun perkara tersebut belum diputus, terdakwa
harus sudah dikeluarkan dan tahanan demi hukum.
Pasal 29
1.
Dikecualikan
dan jangka waktu penahanan sebagahnana tersebut pada Pasal 24, Pasal 25, Pasal
26, Pasal 27 dan Pasal 28, guna kepentingan pemeriksaan, penahanan terhadap
tersangka atau terdakwa dapat diperpanjang berdasar alasan yang patut dan tidak
dapat dihindarkan karena:
a.
tersangka
atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat, yang dibuktikan
dengan surat
keterangan dokter, atau
b.
perkara
yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara sembilan tahun atau lebih.
2.
Perpanjangan
tersebut pada ayat (1) diberikan untuk paling lama tiga puluh hari dan dalam
hal penahanan tersebut masih diperlukan, dapat diperpanjang lagi untuk paling
lama tiga puluh hari.
3.
Perpanjangan
penahanan tersebut átas dasar permintaan dan Iaporan pemeriksaan dalam tingkat:
a.
penyidikan
dan penuntutan diberikan oleh ketua pengadilan negeri;
b.
pemeriksaan
di pengadilan negeri diberikan oIeh ketua pengadilan tinggi;
c.
pemeriksaan
banding diberikan oleh Mahkamah Agung;
d.
pemeriksaan
kasasi diberikan oleh Ketua Mahkamah Agung.
4.
Penggunaan
kewenangan perpanjangan penahanan oleh pejabat tersebut pada ayat (3) dilakukan
secara bertahap dan dengan penuh tauggung jawab.
5.
Ketentuan
sebagaimana tersebut pada ayat (2) tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya
tersangka atau terdakwa dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut,
jika kepentingan pemeriksaan sudah dipenuhi.
6.
Setelah
waktu enam puluh hari, walaupun perkara tersebut belum selesai diperiksa atau
belum diputus, tersangka atau terdakwa harus sudah dikeluarkan dari tahanan
demi hukum.
7.
Terhadap
perpanjangan penahanan tersebut pada ayat (2) tersangka atau terdakwa dapat
mengajukan keberatan dalam tingkat:
a.
penyidikan
dan penuntutan kepada ketua pengadilan tinggi;
b.
pemeriksaan
pengadilan negeri dan pemeriksaan banding kepada Ketua Mahkamah Agung.
Pasal 30
Apabila tenggang waktu penahanan sebagaimana
tersebut pada Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27 dan Pasal 28 atau
perpanjangan penahanan sebagaimana tersebut pada Pasal 29 ternyata tidak sah,
tersangka atau terdakwa berhak minta ganti kerugian sesuai dengan ketentuan
yang dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96.
Pasal 31
1.
Atas
permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim,
sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan
dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang
ditentukan.
2.
Karena
jabatannya penyidik atau penuntut umum atau hakim sewaktu-waktu dapat mencabut
penangguhan penahanan dalam hal tersangka atau terdakwa melanggar syarat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
BAB V
PENANGKAPAN,
PENAHANAN, PENGGELEDAHAN BADAN, PEMASUKKAN RUMAH, PENYITAAN DAN PEMERIKSAAN
SURAT
Bagian Ketiga
Penggeledahan
Pasal 32
Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat
melakukan penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan
badan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.
Pasal 33
1.
Dengan
surat izin
ketua pengadilan negeri setempat penyidik dalam melakukan penyidikan dapat
mengadakan penggeledahan rumah yang diperlukan.
2.
Dalam
hal yang diperlukan atas perintah tertulis dari penyidik, petugas kepolisian
negara Republik Indonesia
dapat memasuki rumah.
3.
Setiap
kali memasuki rumah harus disaksikan oleh dua orang saksi dalam hal tersangka
atau penghuni menyetujuinya.
4.
Setiap
kali memasuki rumah harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan
dengan dua orang saksi, dalam hal tersangka atau penghuni menolak atau tidak
hadir.
5.
Dalam
waktu dua hari setelah memasuki dan atau menggeledah rumah, harus dibuat suatu
berita acara dati turunannya disampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah
yang bersangkutan.
Pasal 34
1.
Dalam
keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak
dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, dengan tidak
mengurangi ketentuan Pasal 33 ayat (5) penyidik dapat melakukan penggeledahan:
a.
pada
halaman rumah tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada dari yang ada di
atasnya;
b.
pada
setiap tempat lain tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada;
c.
di
tempat tindak pidana dilakukan atau terdapat bekasnya; di tempat penginapan dan
tempat umum lainnya
2.
Dalam
hal penyidik melakukan penggeledahan seperti dimaksud dalam ayat (1) penyidik
tidak diperkenankan memeriksa atau menyita surat, buku dan tulisan lain yang
tidak merupakan benda yang berhubungan dengan tindak pidana yang bersangkutan,
kecuali benda yang berhubungan dengan tindik pidana yang bersangkutan atau yang
diduga telab dipergunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dan untuk itu
wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh
persetujuannya.
Pasal 35
Kecuali dalam hal tertangkap tangan, penyidik
tidak diperkenankan memasuki:
a.
ruang
di mana sedang berlangsung sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
b.
tempat
di mana sedang berlangsung ibadah dan atau upacara keagamaan;
c.
ruang
di mana sedang berlangsung sidang pengadilan.
Pasal 36
Dalam hal penyidik harus melakukan
penggeledahan rumah di luar daerah hukumnya, dengan tidak mengurangi ketentuan
tersebut dalam Pasal 33, maka penggeledahan tersebut harus diketahui oleh ketua
pengadilan negeri dan didampingi oleh penyidik dari daerah hukum di mana
penggeledahan itu dilakukan.
Pasal 37
1.
Pada
waktu menangkap tersangka, penyelidik hanya berwenang menggeledah pakaian
termasuk benda yang dibawanya serta, apabila terdapat dugaan keras dengan
alasan yang cukup bahwa pada tersangka tersebut terdapat benda yang dapat
disita.
2.
Pada
waktu menangkap tersangka atau dalam hal tersangka sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dibawa kepada penyidik, penyidik berwenang menggeledah pakaian dan
atau menggeledah badan tersangka.
BAB V
PENANGKAPAN,
PENAHANAN, PENGGELEDAHAN BADAN, PEMASUKKAN RUMAH, PENYITAAN DAN PEMERIKSAAN SURAT
Bagian Keempat
Penyitaan
Pasal 38
1.
Penyitaan
hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat.
2.
Dalam
keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak
dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat
izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan ayat (1) penyidik dapat
melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera
melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh
persetujuannya.
Pasal 39
1.
Yang
dapat dikenakan penyitaan adalah:
a.
benda
atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga
diperoleh dan tindak pidana atau sebagai hasil dan tindak pidana;
b.
benda
yang telah dipergunakan secara Iangsung untuk melakukan tindak pidana atau
untuk mempersiapkannya;
c.
benda
yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;
d.
benda
yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
e.
benda
lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
2.
Benda
yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat juga
disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana,
sepanjang memenuhi ketentuan ayat (1).
Pasal 40
Dalam hal tertangkap tangan penyidik dapat
menyita benda dan alat yang ternyata atau yang patut diduga telah dipergunakan
untuk melakukan tindak pidana atau benda lain yang dapat dipakai sebagai barang
bukti.
Pasal 41
Dalam hal tertangkap tangan penyidik
berwenang menyita paket atau surat atau benda yang pengangkutavnya atau
pengirimannya dilakukan oleh kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau
perusahaan komunikasi atau pengangkutan, sepanjang paket, surat atau benda
tersebut diperuntukkan bagi tersangka atau yang berasal danpadanya dan untuk
itu kepada tersangka dan atau kepada pejabat kantor pos dan telekomunikasi,
jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan yang bersaugkutan, harus
diberikan surat tanda penenimaan.
Pasal 42
1.
Penyidik
berwenang memerintahkan kepada orang yang menguasai benda yang dapat disita,
menyerahkan benda tersebut kepadanya untuk kepentingan pemeriksaan dan kepada
yang menyerahkan benda itu harus diberikan surat tanda penerimaan.
2.
Surat atau tulisan lain
hanya dapat diperintahkan untuk diserahkan kepada penyidik jika surat atau tulisan itu
berasal dan tersangka atau terdakwa atau ditujukan kepadanya atau kepunyaannya
atau diperuntukkan baginya atau jikalau benda tersebut merupakah alat untuk
melakukan tindak pidana.
Pasal 43
Penyitaan surat atau tulisan lain dan mereka
yang berkewajiban menurut undang-undang untuk merahasiakannya, sepanjang tidak
rnenyangkut rahasia negara, hanya dapat dilakukan atas persetujuan mereka atau
atas izin khusus ketua pengadilan negeni setempat kecuali undang-undang
menentukan lain.
Pasal 44
1.
Benda
sitaan disimpan dalam rumah penyimpanan benda sitaan negara.
2.
Penyimpanan
benda sitaan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan tanggung jawab atasnya ada
pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses
peradilan dan benda tersebut dilarang untuk dipergunakan oleh siapapun juga.
Pasal 45
1.
Dalam
hal benda sitaan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak atau yang
membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan sampai putusan pengadilan
terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap atau jika
biaya penyimpanan benda tersebut akan menjadi terlalu tinggi, sejauh mungkin
dengan persetujuan tersangka atau kuasanya dapat diambil tindakan sebagai
berikut:
a.
apabila
perkara masih ada ditangan penyidik atau penuntut umum, benda tersebut dapat
dijual lelang atau dapat diamankan oleh penyidik atau penuntut umum, dengan
disaksikan oleh tersangka atau kuasanya;
b.
apabila
perkara sudah ada ditangan pengadilan, maka benda tersebut dapat diamankan atau
dijual yang oleh penuntut umum atas izin hakim yang menyidangkan perkaranya dan
disaksikan oleh terdakwa atau kuasanya.
2.
Hasil
pelelangan benda yang bersangkutan yang berupa uang dipakai sebagai barang
bukti.
3.
Guna
kepentingan pembuktian sedapat mungkin disisihkan sebagian kecil dan benda
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
4.
Benda
sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan, tidak termasuk
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dirampas untuk dipergunakan bagi
kepentingan negara atau untuk dimusnahkan.
Pasal 46
1.
Benda
yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dan siapa
benda itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak
apabila:
a.
kepentingan
penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi;
b.
perkara
tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak
merupakan tindak pidana;
c.
perkara
tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup
demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dan suatu tindak pidana atau
yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana.
2.
Apabila
perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada
orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut kecuali jika
menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau
untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau jika benda tersebut
masih diperlukan sebagal barang bukti dalam perkara lain.
BAB V
PENANGKAPAN,
PENAHANAN, PENGGELEDAHAN BADAN, PEMASUKKAN RUMAH, PENYITAAN DAN PEMERIKSAAN
SURAT
Bagian Kelima
Pemeriksaan Surat
Pasal 47
1.
Penyidik
berhak membuka, memeriksa dan menyita surat
lain yang dikirim melalui kantor pos dan teIekomunikasi, jawatan atau
pcrusahaan komunikasi atau pengangkutan jika benda tersebut dicurigai dengan
alasan yang kuat mempunyai hubungan dengan perkara pidana yang sedang
diperiksa, dengan izin khusus yang diberikan untuk itu dari ketua pengadilan
negeri.
2.
Untuk
kepentingan tersebut. penyidik dapat meminta kepada kepala kantor pos dan
telekomunikasi, kepala jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan
lain untuk menyerahkan kepadanya surat
yang dimaksud dan untuk itu harus diberikan surat tanda penerimaan.
3.
Hal
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) pasal ini, dapat dilakukan
pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan menurut ketentuan yang
diatur dalam ayat tersebut.
Pasal 48
1.
Apabila
sesudah dibuka dan diperiksa, ternyata bahwa surat itu ada hubungannya dengan perkara yang
sedang diperiksa, surat
tersebut dilampirkan pada berkas perkara.
2.
Apabila
sesudab diperiksa ternyata surat
itu tidak ada hubungannya dengan perkara tersebut, surat itu ditutup rapi dan segera diserahkan
kembali kepada kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan
komunikasi atau pengangkutan lain setelah dibubuhi cap yang berbunyi
"telah dibuka oleh penyidik" dengan dibubuhi tanggal, tanda tangan
beserta identitas penyidik.
3.
Penyidik
dan para pejabat pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib
merahasiakan dengan sungguh-sungguh atas kekuatan sumpah jabatan isi surat yang dikembalikan
itu.
Pasal 49
1.
Penyidik
membuat berita acara tentang tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 dan
Pasal 75.
2.
Turunan
berita acara tersebut oleh penyidik dikirimkan kepada kepala kaiitor pos dan
telekomunikasi, kepala jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan
yang bersangkutan.
BAB VI
TERSANGKA DAN
TERDAKWA
Pasal 50
1.
Tersangka
berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan
kepada penuntut umum.
2.
Tersangka
berhak perkaranya segera dimajukan ke pengadilan oleh penuntut umum.
3.
Terdakwa
berhak segera diadili oleh pengadilan.
Pasal 51
Untuk rnempersiapkan pembelaan:
a.
tersangka
berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya
tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai,
b.
terdakwa
berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya
tentang apa yang didakwakan kepadanya
Pasal 52
Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan
pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas
kepada penyidik atau hakim.
Pasal 53
1.
Dalam
pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa
berhak untuk setiap waktu mendapat bantuan juru bahasa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 177.
2.
Dalam
hal tersangka atau terdakwa bisu dan atau tuli diberlakukan ketentuan
sebagainiana dimaksud dalam Pasal 178.
Pasal 54
Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau
terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum
selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang
ditentukan dalam undang-undang ini.
Pasal 55
Untuk mendapatkan penasihat hukum tersebut
dalam Pasal 54, tersangka atau terdakwa berhak memiih sendiri penasihat
hukumnya.
Pasal 56
1.
Dalam
hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka
yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai
penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat
pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka.
2.
Setiap
penasihat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), memberikan bantuannya dengan cuma-cuma.
Pasal 57
1.
Tersangka
atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasihat hukumnya
sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.
2.
Tersangka
atau terdakwa yang berkebangsaan asing yang dikenakan penahanan berhak menghubungi
dan berbicara dengan perwakilan negaranya dalam menghadapi proses perkaranya.
Pasal 58
Tersangka atau terdakwa yang dikenakan
penahanan berhak meng hubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya untuk
kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya dengan proses perkara maupun
tidak.
Pasal 59
Tersangka atau terdakwa yang dikenakan
penahanan berhak diberitahukan tentang penahanan atas dirinya oleh pejabat yang
berwenang pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan, kepada keluarganya
atau orang lain yang serumah dengan tersangka atau terdakwa ataupun orang lain
yang bantuannya dibutuhkan oleh tersangka atau terdakwa untuk mendapatkan
bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya.
Pasal 60
Tersangka atau terdakwá berhak menghubungi
dan menerima kunjungan dari pihak yang mempunyai hubungán kekeluargaan atau
lainnya dengan tersangka atau terdakwa guna mendapatkan jaminan bagi
penangguhan penahanan ataupun untuk usaha mendapatkan bantuan hukum.
Pasal 61
Tersangka atau terdakwa berhak secara
Iangsung atau dengan perantaraan penasihat hukumnya menghubungi dan menerima
kunjungan sanak keluarganya dalam hal yang tidak ada hubungannya dengan perkara
tersangka atau terdakwa untuk kepentingan pekerjaan atau untuk kepentingan
kekeluargaan.
Pasal 62
1.
Tersangka
atau terdakwa berhak mengirim surat
kepada penasihat hukumnya, dan menerima surat
dari penasihat hukumnya dan sanak keluarga setiap kali yang diperlukan olehnya,
untuk keperluan itu bagi tersangka atau terdakwa disediakan alat tulis menulis.
2.
Surat menyurat antara
tersangka atau terdakwa dengan penasihat hukumnya atau sanak keluarganya tidak
diperiksa oleh penyidik, penuntut umum, hakim atau pejabat rumah tahanan negara
kecuali jika terdapat cukup alasan untuk diduga bahwa surat menyurat itu disalahgunakan.
3.
Dalam
hal surat untuk tersangka atau terdakwa ditilik atau diperiksa oleh penyidik,
penuntut umum, hakim atau pejabat rumah tahanan negara, hal itu diberitahukan
kepada tersangka atau terdakwa dan surat tersebut dikirim kembali kepada
pengirimnya setelah dibubuhi cap yang berbunyi "telah ditilik".
Pasal 63
Tersangka atau terdakwa berhak menghubungi
dan menerima kunjungan dari rohaniwan.
Pasal 64
Terdakwa berhak untuk diadili di sidang
pengadilan yang terbuka untuk umum.
Pasal 65
Tersangka atau terdakwa berhak untuk
mengusahakan diri mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian
khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.
Pasal 66
Tersangka atau terdakwa tidak dibebani
kewajiban pembuktian.
Pasal 67
Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk
minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap
putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang
tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat.
Pasal 68
Tersangka atau terdakwa berhak menuntut ganti
kerugian dan rehabilitasi sebagaimana diatur dalam Pasal 95.
BAB VII
BANTUAN HUKUM
Pasal 69
Penasihat hukum berhak menghubungi tersangka
sejak saat ditangkap atau ditahan pada semua tingkat pemeriksaan menurut
tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini.
Pasal 70
1.
Penasihat
hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 berhak menghubungi dan berbicara
dengan tersangka pada setiap tingkat pemeriksaan dan setiap waktu untuk
kepentingan pembelaan perkaranya.
2.
Jika
terdapat bukti bahwa penasihat hukum tersebut menyalahgunakan haknya dalam
pembicaraan dengan tersangka maka sesuai dengan tingkat pemeriksaan, penyidik,
penuntut umum atau petugas lembaga pemasyarakatan memberi peringatan kepada
penasihat hukum.
3.
Apabila
peringatan tersebut tidak diindahkan, maka hubungan tersebut diawasi oleh
pejabat yang tersebut pada ayat (2).
4.
Apabila
setelah diawasi, haknya masih disalahgunakan, maka hubungan tersebut disaksikan
oleh pejabat tersebut pada ayat (2) dan apabila setelah itu tetap dilanggar
maka hubungan selanjutnya dilarang.
Pasal 71
1.
Penasihat
hukum, sesuai dengan tingkat pemeriksaan, dalam berhubungan dengan tersangka
diawasi oleh penyidik, penuntut umum atau petugas lembaga pemasyarakatan tanpa
mendengar isi pembicaraan.
2.
Dalam
hal kejahatan terhadap keamanan negara, pejabat tersebut pada ayat (1) dapat
mendengar isi pembicaraan.
Pasal 72
Atas permintaan tersangka atau penasihat
hukumnya pejabat yang bersangkutan memberikan turunan berita acara pemeriksaan
untuk kepentingan pernbelaannya.
Pasal 73
Penasihat hukum berhak mengirim dan menerima
surat dan tersangka setiap kali dikehendaki olehnya.
Pasal 74
Pengurangan kebebasan hubungan antara
penasihat hukum dan tersangka sebagaimana tersebut pada Pasal 70 ayat (2), ayat
(3), ayat (4) dan Pasal 71 dilarang, setelah perkara dilimpahkan oleh penuntut
umum kepada pengadilan negeri untuk disidangkan, yang tembusan suratnya
disampaikan kepada tersangka atau penasihat hukumnya serta pihak lain dalam
proses.
BAB VIII
BERITA ACARA
Pasal 75
1.
Berita
acara dibuat untuk setiap tindakan tentang:
a.
pemeriksaan
tersangka;
b.
penangkapan
c.
penahanan;
d.
penggeledahan;
e.
pemasukan
rumah;
f.
penyitaan
benda;
g.
pemeriksaan
surat;
h.
pemeriksaan
saksi;
i.
pemeriksaan
di tempat kejadian;
j.
pelaksanaan
penetapan dan putusan pengadilan;
k.
pelaksanaan
tindakan lain sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini.
2.
Berita
acara dibuat oleh pejabat yang bersangkutan dalam melakukan tindakan tersebut
pada ayat (1) dan dibuat atas kekuatan sumpah jabatan.
3.
Berita
acara tersebut selain ditandatangani oleh pejabat tersebut pada ayat (2)
ditandatangani pula oleh semua pihak yang terlibat dalath tindakan tersebut
pada ayat (1).
BAB IX
SUMPAH ATAU JANJI
Pasal 76
1.
Dalam
hal yang berdasarkan ketentuan dalam undang-undang ini diharuskan adanya
pengambilan sumpah atau janji, maka untuk keperluan tersebut dipakai peraturan
perundang-undangan tentang sumpah atau janji yang berlaku, baik mengenai isinya
maupun mengenai tatacaranya.
2.
Apabila
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dipenuhi, maka sumpah atau
janji tersebut batal menurut hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar