Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)
Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor: 3 TAHUN 1992 (3/1992)
Tanggal: 17 PEBRUARI 1992 (JAKARTA)
Sumber: LN 1992/14; TLN NO. 3468
Tentang: JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
Indeks: TENAGA KERJA. Kesejahteraan.
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang:
a. bahwa pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dilaksanakan dalam
rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat
Indonesia seluruhnya, untuk mewujudkan suatu masyarakat yang sejahtera, adil,
makmur, dan merata baik materiil maupun spiritual;
b. bahwa
dengan semakin meningkatnya peranan tenaga kerja dalam perkembangan pembangunan
nasional di seluruh tanah air dan semakin meningkatnya penggunaan teknologi di
berbagai sektor kegiatan usalia dapat mengakibatkan semakin tinggi risiko yang
mengancam keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan tenaga kerja, sehingga perlu
upaya peningkatan perlindungan tenaga kerja;
c. bahwa
perlindungan tenaga kerja yang melakukan pekerjaan baik dalam hubungan kerja
maupun di luar hubungan kerja melalui program jaminan sosial tenaga kerja,
selain memberikan ketenangan kerja juga mempunyai dampak positif terhadap
usaha-usaha peningkatan disiplin dan produktivitas tenaga kerja;
d. bahwa
Undang-undang REFR DOCNM="51uu002">Nomor 2 Tahun 1951 tentang
Pernyataan Berlakunya Undang-undang Kecelakaan Tahun 1947 Nomor 33 dari
Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 3)
dan Peraturan Pemerintah REFR DOCNM="77pp033">Nomor 33 Tahun 1977
tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 54,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3112) belum mengatur secara lengkap jaminan
sosial tenaga kerja serta tidak sesuai lagi dengan kebutuhan;
e. bahwa
untuk mencapai maksud tersebut perlu ditetapkan Undang-undang yang mengatur
penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja;
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1),
Pasal 20 ayat (1)
dan Pasal 27 ayat
(2) Undang-Undang Dasar 1945;
2.
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang
Pernyataan Berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23
dari Republik Indonesia untuk scluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1951
Nomor 4);
3.
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Tahun 1969
Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2912);
4.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2918);
5.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang
Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3201);
Dengan
Persetujuan
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG
TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA.
BAB I
KETENTUAN
UMUM
Pasal 1
Dalam
Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Jaminan
Sosial Tenaga Kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk
santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang
atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami
oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua,
dan meninggal dunia.
2. Tenaga
kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun
di luar hubungan kerja, guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat.
3. Pengusaha
adalah:
a. orang,
persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b. orang,
persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan
bukan miliknya;
c. orang,
persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia, mewakili perusahaan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang berkedudukan di luar
wilayah Indonesia.
4.
Perusahaan adalah setiap bentuk badan usaha yang mempekerjakan tenaga kerja
dengan tujuan mencari untung atau tidak, baik milik swasta maupun milik negara.
5. Upah
adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada tenaga kerja
untuk sesuatu pekerjaan yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai
dalam bentuk uang ditetapkan menurut suatu perjanjian, atau peraturan perundang-undangan
dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan tenaga
kerja, termasuk tunjangan, baik untuk tenaga kerja sendiri maupun keluarganya.
6.
Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan
kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula
kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat
kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.
7. Cacad
adalah keadaan hilang alau berkurangnya fungsi anggota badan yang secara
langsung atau tidak langsung mengakibatkan hilang atau berkurangnya kemampuan
untuk menjalankan pekerjaan.
8. Sakit
adalah setiap gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan,
dan/atau perawatan.
9. Pemeliharaan
kesehatan adalah upaya penanggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang
memerlukan pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan
persalinan.
10. Pegawai
pengawas ketenagakerjaan adalah pegawai teknis berkeahlian khusus dari
Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri.
11 Badan
penyelenggara adalah badan hukum yang bidang usahanya menyelenggarakan program
jaminan sosial tenaga kerja.
12. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab
dalam bidang ketenagakerjaan.
Pasal 2
Usaha sosial
dan usaha-usaha lain yang tidak berbentuk perusahaan diperlakukan sama dengan
perusahaan, apabila mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain sebagaimana
layaknya perusahaan mempekerjakan tenaga kerja.
BAB II
PENYELENGGARAAN
JAMINAN SOSIAL
TENAGA KERJA
Pasal 3
(1) Untuk
memberikan perlindungan kepada tenaga kerja diselenggarakan program jaminan
sosial tenaga kerja yang pengelolaannya dapat dilaksanakan dengan mckanisme
asuransi.
(2) Setiap
tenaga kerja berhak atas jaminan sosial tenaga kerja.
Pasal 4
(1) Program
jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib dilakukan
oleh setiap perusahaan bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di dalam
hubungan kerja sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini.
(2) Program
jaminan sosial tenaga kerja bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di luar
hubungan kerja diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(3)
Persyaratan dan tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 5
Kebijaksanan
dan pengawasan umum program jaminan sosial tenaga kerja ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB III
PROGRAM
JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
Bagian
Pertama
Ruang
Lingkup
Pasal 6
(1) Ruang
lingkup program jaminan sosial tenaga kerja dalam Undang-undang ini meliputi:
a. Jaminan
Kecelakaan Kerja;
b. Jaminan
Kematian;
c. Jaminan
Hari Tua;
d. Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan.
(2)
Pengembangan program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 7
(1) Jaminan
sosial tenaga kerja sebagiamana dimaksud dalam Pasal 6 diperuntukkan bagi
tenaga kerja.
(2) Jaminan
sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf d berlaku pula
untuk keluarga tenaga kerja.
Bagian Kedua
Jaminan
Kecelakaan Kerja
Pasal 8
(1) Tenaga
kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak menerima Jaminan Kecelakaan Kerja.
(2) Termasuk
tenaga kerja dalam Jaminan Kecelakaan Kerja ialah:
a. magang
dan murid yang bekerja pada perusahaan baik yang menerima upah maupun tidak;
b. mereka
yang memborong pekerjaan kecuali jika yang memborong adalah perusahaan;
c.
narapidana yang dipekerjakan di perusahaan.
Pasal 9
Jaminan
Kecelakaan Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)
meliputi:
a. biaya
pengangkutan;
b. biaya
pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan;
c. biaya
rehabilitasi;
d. santunan
berupa uang yang meliputi:
1. santunan
sementara tidak mampu bekerja;
2. santunan
cacad sebagian untuk selama-lamanya;
3. santunan
cacad total untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental.
4. santunan
kematian.
Pasal 10
(1)
Pengusaha wajib melaporkan kecelakaan kerja yang menimpa tenaga kerja kepada
Kantor Departemen Tenaga Kerja dan Badan Penyelenggara dalam waktu tidak lebih
dari 2 kali 24 jam.
(2)
Pengusaha wajib melaporkan kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja dan Badan
Penyelenggara dalam waktu tidak lebih dari 2 kali 24 jam setelah tenaga kerja
yang tertimpa kecelakaan oleh dokter yang merawatnya dinyatakan sembuh, cacad
atau meninggal dunia.
(3)
Pengusaha wajib mengurus hak tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja kepada
Badan Penyelenggara sampai memperoleh hak-haknya.
(4) Tata
cara dan bentuk laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 11
Daftar jenis
penyakit yang timbul karena hubungan kerja serta perubahannya ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.
Bagian
Ketiga
Jaminan
Kematian
Pasal 12
(1) Tenaga
kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja, keluarganya berhak
atas Jaminan Kematian.
(2) Jaminan
Kematian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
a. biaya
pemakaman;
b. santunan
berupa uang.
Pasal 13
Urutan
penerima yang diutamakan dalam pembayaran santunan kematian dan Jaminan
Kematian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d butir 4 dan Pasal 12 ialah:
a. janda
atau duda;
b. anak;
c. orang
tua;
d. cucu;
e. kakek
atau nenck;
f. saudara
kandung;
g. mertua.
Bagian
Keempat
Jaminan Hari
Tua
Pasal 14
(1) Jaminan
Hari Tua dibayarkan secara sekaligus, atau berkala, atau sebagian dan berkala,
kepada tenaga kerja karena:
a. telah
mencapai usia 55 (lima
puluh lima)
tahun, atau
b. cacad
total tetap setelah ditetapkan oleh dokter.
(2) Dalam
hal tenaga kerja meninggal dunia, Jaminan Hari Tua dibayarkan kepada janda atau
duda atau anak yatim piatu.
Pasal 15
Jaminan Hari
Tua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dapat dibayarkan sebelum tenaga kerja
mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun, sctelah mcncapai masa kepesertaan
tertentu, yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian
Kelima
Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan
Pasal 16
(1) Tenaga
kerja, suami atau isteri, dan anak berhak memperoleh Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan.
(2) Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan meliputi:
a. rawat
jalan tingkat pertama;
b. rawat
jalan tingkat lanjutan;
c. rawat
inap;
d.
pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan;
e. penunjang
diagnostik;
f. pelayanan
khusus;
g. pelayanan
gawat darurat.
BAB IV
KEPESERTAAN
Pasal 17
Pengusaha
dan tenaga kerja wajib ikut serta dalam program jaminan sosial tenaga kerja.
Pasal 18
(1)
Pengusaha wajib memiliki daftar tenaga kerja beserta keluarganya, daftar upah
beserta perubahan-perubahan, dan daftar kecelakaan kerja di perusahaan atau
bagian perusahaan yang berdiri sendiri.
(2) Selain
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengusaha wajib menyampaikan
data ketenagakerjaan dan data perusahaan yang berhubungan dengan
penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja kepada Badan Penyelenggara.
(3) Apabila
pengusaha dalam menyampaikan data sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terbukti
tidak benar, sehingga mengakibatkan ada tenaga kerja yang tidak terdaftar
sebagai peserta program jaminan sosial tenaga kerja, maka pengusaha wajib
memberikan hak-hak tenaga kerja sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini.
(4) Apabila
pengusaha dalam menyampaikan data sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terbukti
tidak benar, sehingga mengakibatkan kekurangan pembayaran jaminan kepada tenaga
kerja, maka pengusaha wajib memenuhi kekurangan jaminan tersebut.
(5) Apabila
pengusaha dalam menyampaikan data sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terbukti
tidak benar, sehingga mengakibatkan kelebihan pembayaran jaminan, maka
pengusaha wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada Badan Penyelenggara.
(6) Bentuk
daftar tenaga kerja, daftar upah, daftar kecelakaan kerja yang dimuat dalam
buku, dan tata cara penyampaian data ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan olch Menteri.
Pasal 19
(1)
Pentahapan kepesertaan program jaminan sosial tenaga kerja ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
(2) Dalam
hal perusahaan belum ikut serta dalam program jaminan sosial tenaga kerja
disebabkan adanya pentahapan kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
maka pengusaha wajib memberikan Jaminan Kecelakaan Kerja kepada tenaga kerjanya
sesuai dengan Undang-undang ini.
(3) Tata
cara pelaksanaan hak tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
ditetapkan oleh Menteri.
BAB V
IURAN,
BESARNYA JAMINAN, DAN TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 20
(1) Iuran
Jaminan Kecelakaan Kerja, luran Jaminan Kematian, dan Iuran Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan ditanggung oleh pengusaha.
(2) Iuran
Jaminan Hari Tua ditanggung oleh pengusaha dan tenaga kerja.
Pasal 21
Besarnya
iuran, tata cara, syarat pembayaran, besarnya denda, dan bentuk iuran program
jaminan sosial tenaga kerja ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
(1)
Pengusaha wajib membayar iuran dan melakukan pemungutan iuran yang menjadi
kewajiban tenaga kerja melalui pemotongan upah tenaga kerja serta membayarkan
kepada Badan Penyelenggara dalam waktu yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
(2) Dalam
hal keterlambatan pembayaran iuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
Besarnya dan
tata cara pembayaran Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari
Tua,dan tata cara pelayanan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 24
(1)
Perhitungan besarnya Jaminan Kecelakaan Kerja yang harus dibayarkan kepada
tenaga kerja dilakukan oleh Badan Penyelenggara sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Dalam
hal perhitungan besarnya Jaminan Kecelakaan Kerja tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan
menghitung kembali dan menetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(3) Menteri
menetapkan kecelakaan kerja, dan besarnya jaminan yang belum tercantum dalam
peraturan pelaksanaan Undang-undang ini.
(4)
Perbedaan pendapat dan perhitungan besarnya jumlah jaminan Kecelakaan Kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) penyelesaiannya ditetapkan
oleh Menteri.
BAB VI
BADAN
PENYELENGGGARA
Pasal 25
(1)
Penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja dilakukan oleh Badan
Penyelenggara.
(2) Badan
Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), adalah Badan Usaha Milik
Negara yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Badan
Usaha Milik Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dalam melaksanakan
fungsi dan tugasnya mengutamakan pelayanan kepada peserta dalam rangka
peningkatan perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja beserta keluarganya.
Pasal 26
Badan
Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2), wajib membayar
jaminan sosial tenaga kerja dalam waktu tidak lebih dari 1 (satu) bulan.
Pasal 27
Pengendalian
terhadap penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja oleh Badan
Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dilakukan oleh Pemerintah,
sedangkan dalam pengawasan mengikutsertakan unsur pengusaha dan unsur tenaga
kerja, dalam wadah yang menjalankan fungsi pegawasan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 28
Penempatan
investasi dan pengelolaan dana program jaminan sosial tenaga kerja oleh Badan
Penyclenggara diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VII
KETENTUAN
PIDANA
Pasal 29
(1) Barang
siapa tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);
Pasal 10 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3); Pasal 18 ayat (1), ayat (2), ayat
(3), ayat (4), dan ayat (5); Pasal 19 ayat (2); Pasal 22 ayat (1); dan Pasal
26, diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda
setinggi-tingginya Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
(2) Dalam
hal pengulangan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk kedua
kalinya atau lebih, setelah putusan akhir telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, maka pelanggaran tersebut dipidana kurungan selama-lamanya 8 (delapan)
bulan.
(3) Tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran.
Pasal 30
Dengan tidak
mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dan
ayat (2) terhadap pengusaha, tenaga kerja, dan Badan Penyelenggara yang tidak
memenuhi ketentuan Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya dikenakan
sanksi administratif, ganti rugi, atau denda yang akan diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
PENYIDIKAN
Pasal 31
(1) Selain
penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga kepada pejabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu di Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi
ketenagakerjaan, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran
Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209) untuk melakukan
penyidikan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
(2) Penyidik
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berwenang
a. melakukan
penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak
pidana di bidang jaminan sosial tenaga kerja;
b. melakukan
penelitian terhadap orang atau badan yang diduga melakukan tindak pidana di
bidang jaminan sosial tenaga kerja;
c. meminta
keterangan dan barang bukti dari orang atau badan sehubungan dengan peristiwa
tindak pidana di bidang jaminan sosial tenaga kerja;
d. melakukan
pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti dan melakukan
penyitaan terhadap barang yang dapat dijadikan barang bukti dalam perkara
tindak pidana di bidang jaminan sosial tenaga kerja;
e. melakukan
tindakan pertama pada saat di tempat kejadian sehubungan dengan tindak pidana
di bidang jaminan sosial tenaga kerja.
BAB IX
KETENTUAN
LAIN-LAIN
Pasal 32
Kelebihan
pembayaran jaminan yang telah diterima oleh yang berhak tidak dapat diminta
kembali.
BAB X
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal 33
(1) Selama
peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan Undang-undang ini belum
dikeluarkan, maka semua peraturan perundang-undangan yang mengatur program
asuransi sosial tenaga kerja, dan penyclenggaraannya yang ada pada waktu Undang-undang
ini mulai berlaku, telah berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
Undang-undang ini.
(2) Selama
peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan Undang-undang ini belum
dikeluarkan, maka perusahaan yang telah menyelenggarakan program asuransi sosial
tenaga kerja dan jaminan sosial tenaga kerja lainnya tetap melaksanakannya.
(3) Tenaga
kerja yang telah menjadi tertanggung atau peserta dalam program asuransi sosial
tenaga kerja dan jaminan sosial tenaga kerja lainnya dengan berlakunya
Undang-undang ini tidak boleh dirugikan.
BAB XI
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 34
Pada saat
mulai berlakunya Undang-undang ini, maka Undang-undang Nomor 2 Tahun 1951
tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Kecelakaan Tahun 1947 Nomor 33 dari
Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 3)
dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 35
Undang-undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap
orang mengetahuinya, memcrintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di
Jakarta
pada tanggal
17 Pebruari 1992
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
SOEHARTO
Diundangkan
di Jakarta
pada tanggal
17 Pebruari 1992
MENTERI/SEKRETARIS
NEGARA
REPUBLIK
INDONESIA
MOERDIONO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar