Jumat, 14 September 2012

bank indonesia


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 23 TAHUN 1999
 
TENTANG

BANK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
 
a.       bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan nasional guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, pelaksanaan pembangunan ekonomi diarahkan kepada terwujudnya perekonomian nasional yang berpihak pada ekonomi kerakyatan, merata, mandiri, andal, berkeadilan dan mampu bersaing di kancah perekonomian internasional;
b.      bahwa guna mendukung terwujudnya perekonomian nasional sebagaimana tersebut di atas dan sejalan dengan tantangan perkembangan dan pembangunan ekonomi yang semakin kompleks, sistem keuangan yang semakin maju serta perekonomian internasional yang semakin kompetitif dan terintegrasi, kebijakan moneter harus dititikberatkan pada upaya untuk memelihara stabilitas nilai rupiah;
c.       bahwa untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter yang efektif dan efisien diperlukan sistem keuangan yang sehat, transparan, terpercaya, dan dapat dipertanggungjawabkan yang didukung oleh sistem pembayaran yang lancar, cepat, tepat dan aman, serta pengaturan dan pengawasan bank yang memenuhi prinsip kehati-hatian;
d.      bahwa untuk menjamin keberhasilan tujuan memelihara stabilitas nilai rupiah diperlukan Bank Sentral yang memiliki kedudukan yang independen;
e.       bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral tidak sesuai lagi dan perlu diganti dengan Undang-undang baru tentang Bank Indonesia;
Mengingat :
1.      Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 23, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
2.      Bab IV huruf A butir 1a Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor X/MPR/1998;
3.      Pasal 3 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998;
4.      Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998;
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG BANK INDONESIA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
  1. Dewan Gubernur adalah pimpinan Bank Indonesia;
  1. Gubernur adalah pemimpin merangkap anggota Dewan Gubernur;
  1. Deputi Gubernur Senior adalah wakil pemimpin merangkap anggota Dewan Gubernur;
  1. Deputi Gubernur adalah anggota Dewan Gubernur;
  1. Bank adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang perbankan yang berlaku;
  1. Sistem pembayaran adalah suatu sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme, yang digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi;
  1. Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Indonesia dan Bank yang mewajibkan Bank yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil;
  1. Peraturan Bank Indonesia adalah ketentuan hukum yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan mengikat setiap orang atau badan dan dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia;
9.      Peraturan Dewan Gubernur adalah ketentuan hukum yang ditetapkan oleh Dewan Gubernur yang memuat aturan-aturan intern antara lain mengenai tata tertib pelaksanaan tugas dan wewenang Dewan Gubernur, kepegawaian, dan organisasi Bank Indonesia;
10.  Kebijakan Moneter adalah kebijakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang dilakukan antara lain melalui pengendalian jumlah uang beredar dan atau suku bunga;
11.  Cadangan Umum adalah dana yang berasal dari sebagian surplus Bank Indonesia yang dapat digunakan untuk menghadapi risiko yang mungkin timbul dari pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia;
12.  Cadangan Tujuan adalah dana yang berasal dari sebagian surplus Bank Indonesia yang dapat digunakan antara lain untuk penggantian atau pembaruan harta tetap dan perlengkapan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas dan wewenang Bank Indonesia serta untuk penyertaan.
Pasal 2
(1) Satuan mata uang negara Republik Indonesia adalah rupiah dengan singkatan Rp.
(2) Uang rupiah adalah alat pembayaran yang sah di wilayah negara Republik Indonesia.
(3) Setiap perbuatan yang menggunakan uang atau mempunyai tujuan pembayaran atau kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang jika dilakukan di wilayah negara Republik Indonesia wajib menggunakan uang rupiah, kecuali apabila ditetapkan lain dengan Peraturan Bank Indonesia.
(4) Setiap orang atau badan yang berada di wilayah negara Republik Indonesia dilarang menolak untuk menerima uang rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau memenuhi kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan untuk keperluan pembayaran di tempat atau di daerah tertentu, untuk maksud pembayaran, atau untuk memenuhi kewajiban dalam valuta asing yang telah diperjanjikan secara tertulis, yang akan ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 3
(1) Uang rupiah dalam jumlah tertentu dilarang dibawa keluar atau masuk wilayah pabean Republik Indonesia kecuali dengan izin Bank Indonesia.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
BAB II
STATUS, TEMPAT KEDUDUKAN, DAN MODAL
Pasal 4
(1) Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia.
(2) Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan Pemerintah dan atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-undang ini.
(3) Bank Indonesia adalah badan hukum berdasarkan Undang-undang ini.
Pasal 5
(1) Bank Indonesia berkedudukan di Ibukota negara Republik Indonesia.
(2) Bank Indonesia dapat mempunyai kantor-kantor di dalam dan di luar wilayah negara Republik Indonesia.
Pasal 6
(1) Modal Bank Indonesia ditetapkan berjumlah sekurang-kurangnya Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah).
(2) Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditambah sehingga menjadi 10% (sepuluh per seratus) dari seluruh kewajiban moneter, yang dananya berasal dari Cadangan Umum atau sumber lain.
(3) Tata cara penambahan modal dari Cadangan Umum atau sumber lainnya ditetapkan dengan Peraturan Dewan Gubernur.
BAB III
TUJUAN DAN TUGAS
Pasal 7
Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Pasal 8
Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut:
  1. menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;
  2. mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran;
  3. mengatur dan mengawasi Bank.
Pasal 9
(1) Pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(2) Bank Indonesia wajib menolak dan atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak mana pun dalam rangka pelaksanaan tugasnya.
BAB IV
TUGAS MENETAPKAN DAN MELAKSANAKAN
KEBIJAKAN MONETER
Pasal 10
(1) Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a Bank Indonesia berwenang:
a.       menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkannya;
b.      melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara yang termasuk tetapi tidak terbatas pada:
1) operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing;
2) penetapan tingkat diskonto;
3) penetapan cadangan wajib minimum;
4) pengaturan kredit atau pembiayaan.
(2) Cara-cara pengendalian moneter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilaksanakan juga berdasarkan Prinsip Syariah.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 11
(1) Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kepada Bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek Bank yang bersangkutan.
(2) Pelaksanaan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dijamin oleh Bank penerima dengan agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diterimanya.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 12
Bank Indonesia melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai tukar yang telah ditetapkan.
Pasal 13
(1) Bank Indonesia mengelola cadangan devisa.
(2) Dalam pengelolaan cadangan devisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia melaksanakan berbagai jenis transaksi devisa.
(3) Dalam rangka pengelolaan cadangan devisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia dapat menerima pinjaman luar negeri.
Pasal 14
(1) Bank Indonesia dapat menyelenggarakan survei secara berkala atau sewaktu-waktu diperlukan yang dapat bersifat makro atau mikro untuk mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(2) Pelaksanaan survei sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan oleh pihak lain berdasarkan penugasan dari Bank Indonesia.
(3) Dalam penyelenggaraan survei sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap badan wajib memberikan keterangan dan data yang diperlukan oleh Bank Indonesia.
(4) Bank Indonesia atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib merahasiakan sumber dan data individual sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kecuali yang secara tegas dinyatakan lain dalam Undang-undang.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
BAB V
TUGAS MENGATUR DAN MENJAGA KELANCARAN
SISTEM PEMBAYARAN
Pasal 15
(1) Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b, Bank Indonesia berwenang:
a.       melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran;
b.      mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan tentang kegiatannya;
c.       menetapkan penggunaan alat pembayaran.
(2) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 16
Bank Indonesia berwenang mengatur sistem kliring antar bank dalam mata uang rupiah dan atau valuta asing.
Pasal 17
(1) Penyelenggaraan kegiatan kliring antar bank dalam mata uang rupiah dan atau valuta asing dilakukan oleh Bank Indonesia atau pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 18
(1) Bank Indonesia menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank dalam mata uang rupiah dan atau valuta asing.
(2) Penyelenggaraan kegiatan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan oleh pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat(2) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 19
Bank Indonesia berwenang menetapkan macam, harga, ciri uang yang akan dikeluarkan, bahan yang digunakan dan tanggal mulai berlakunya sebagai alat pembayaran yang sah.
Pasal 20
Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dimaksud dari peredaran.
Pasal 21
Uang yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dibebaskan dari bea meterai.
Pasal 22
Bank Indonesia tidak memberikan penggantian atas uang yang hilang atau musnah karena sebab apapun.
Pasal 23
(1) Bank Indonesia dapat mencabut dan menarik uang rupiah dari peredaran dengan memberikan penggantian dengan nilai yang sama.
(2) Apabila 5 (lima) tahun sesudah tanggal pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih terdapat uang yang belum ditukarkan, nilai uang tersebut diperhitungkan sebagai penerimaan tahun anggaran berjalan.
(3) Uang yang ditukarkan sesudah berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperhitungkan sebagai pengeluaran tahun anggaran berjalan.
(4) Hak untuk menuntut penukaran uang yang sudah dicabut, tidak berlaku lagi setelah 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal pencabutan.
(5) Pelaksanaan pencabutan dan penarikan uang dari peredaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
BAB VI
TUGAS MENGATUR DAN MENGAWASI BANK
Pasal 24
Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari Bank, melaksanakan pengawasan Bank dan mengenakan sanksi terhadap Bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 25
(1) Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur Bank, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian.
(2) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 26
Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Bank Indonesia:
  1. memberikan dan mencabut izin usaha Bank;
b.      memberikan izin pembukaan, penutupan, dan pemindahan kantor Bank;
  1. memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan Bank;
d.      memberikan izin kepada Bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
Pasal 27
Pengawasan Bank oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 adalah pengawasan langsung dan tidak langsung.
Pasal 28
(1) Bank Indonesia mewajibkan Bank untuk menyampaikan laporan, keterangan dan penjelasan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
(2) Apabila diperlukan, kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan pula terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait dan pihak terafiliasi dari Bank.
Pasal 29
(1) Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap Bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan.
(2) Apabila diperlukan, pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi dan debitur Bank.
(3) Bank dan pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib memberikan kepada pemeriksa:
a.       keterangan dan data yang diminta;
b.      kesempatan untuk melihat semua pembukuan, dokumen, dan sarana fisik yang berkaitan dengan kegiatan usahanya;
c.       hal-hal lain yang diperlukan.
Pasal 30
(1) Bank Indonesia dapat menugasi pihak lain untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2).
(2) Pihak lain yang melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib merahasiakan keterangan dan data yang diperoleh dalam pemeriksaan.
(3) Syarat-syarat bagi pihak lain yang ditugasi oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
Pasal 31
(1) Bank Indonesia dapat memerintahkan Bank untuk menghentikan sementara sebagian atau seluruh kegiatan transaksi tertentu apabila menurut penilaian Bank Indonesia terhadap suatu transaksi patut diduga merupakan tindak pidana di bidang perbankan.
(2) Berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia wajib mengirim tim pemeriksa untuk meneliti kebenaran atas dugaan tersebut.
(3) Apabila dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperoleh bukti yang cukup, Bank Indonesia pada hari itu juga mencabut perintah penghentian transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 32
(1) Bank Indonesia mengatur dan mengembangkan sistem informasi antar bank.
(2) Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diperluas dengan menyertakan lembaga lain di bidang keuangan.
(3) Penyelenggaraan sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dapat dilakukan sendiri oleh Bank Indonesia dan atau oleh pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia.
Pasal 33
Dalam hal keadaan suatu Bank menurut penilaian Bank Indonesia membahayakan kelangsungan usaha Bank yang bersangkutan dan atau membahayakan sistem perbankan atau terjadi kesulitan perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang perbankan yang berlaku.
(1) Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan Undang-undang.
(2) Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat(1), akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2002.
Pasal 35
Sepanjang lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) belum dibentuk, tugas pengaturan dan pengawasan Bank dilaksanakan oleh Bank Indonesia.
BAB VII
DEWAN GUBERNUR
Pasal 36
Dalam melaksanakan tugasnya, Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur.
Pasal 37
(1) Dewan Gubernur terdiri atas seorang Gubernur, seorang Deputi Gubernur Senior, dan sekurang-kurangnya 4 (empat) orang atau sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang Deputi Gubernur.
(2) Dewan Gubernur dipimpin oleh Gubernur dengan Deputi Gubernur Senior sebagai wakil.
(3) Dalam hal Gubernur dan Deputi Gubernur Senior berhalangan, Gubernur atau Deputi Gubernur Senior menunjuk seorang Deputi Gubernur untuk memimpin Dewan Gubernur.
(4) Dalam hal penunjukan sebagaimana ditetapkan pada ayat (3) karena sesuatu hal tidak dapat dilaksanakan, salah seorang Deputi Gubernur yang paling lama masa jabatannya bertindak sebagai pemimpin Dewan Gubernur.
Pasal 38
(1) Dewan Gubernur melaksanakan tugas dan wewenang Bank Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang ini.
(2) Tata tertib dan tata cara menjalankan pekerjaan Dewan Gubernur ditetapkan dengan Peraturan Dewan Gubernur.
Pasal 39
(1) Dewan Gubernur mewakili Bank Indonesia di dalam dan di luar pengadilan.
(2) Kewenangan mewakili sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Gubernur.
(3) Gubernur dapat menyerahkan kewenangan mewakili sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Deputi Gubernur Senior, dan atau seorang atau beberapa orang Deputi Gubernur, atau seorang atau beberapa orang pegawai Bank Indonesia, dan atau pihak lain yang khusus ditunjuk untuk itu.
(4) Penyerahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan dengan hak substitusi.
Pasal 40
Untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Gubernur, calon yang bersangkutan harus memenuhi syarat antara lain:
a.       warga negara Indonesia;
b.      memiliki akhlak dan moral yang tinggi;
c.       memiliki keahlian dan pengalaman di bidang ekonomi, keuangan, perbankan, atau hukum.
Pasal 41
(1) Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Deputi Gubernur diusulkan oleh Gubernur dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Dalam hal calon Gubernur atau Deputi Gubernur Senior sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau calon Deputi Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden atau Gubernur wajib mengajukan calon baru.
(4) Dalam hal calon yang diajukan oleh Presiden atau Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk kedua kalinya tidak disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden wajib mengangkat kembali Gubernur atau Deputi Gubernur Senior atau Deputi Gubernur untuk jabatan yang sama, atau dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat mengangkat Deputi Gubernur Senior atau Deputi Gubernur untuk jabatan yang lebih tinggi di dalam struktur jabatan Dewan Gubernur dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6).
(5) Anggota Dewan Gubernur diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali dalam jabatan yang sama untuk sebanyak-banyaknya 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
(6) Penggantian anggota Dewan Gubernur yang telah berakhir masa jabatannya dilakukan secara berkala setiap tahun paling banyak 2 (dua) orang.
Pasal 42
(1) Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur sebelum memangku jabatannya wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut ajaran agamanya di hadapan Ketua Mahkamah Agung.
(2) Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut.
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk menjadi Gubernur/Deputi Gubernur Senior/Deputi Gubernur Bank Indonesia langsung atau tidak langsung dengan nama dan dalih apa pun tidak memberikan atau menjanjikan untuk memberikan sesuatu kepada siapa pun juga. Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, dalam melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun juga sesuatu janji atau pemberian dalam bentuk apa pun. Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan melaksanakan tugas dan kewajiban Gubernur/Deputi Gubernur Senior/Deputi Gubernur Bank Indonesia dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh rasa tanggung jawab. Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia terhadap negara, konstitusi, dan haluan negara".
Pasal 43
(1) Rapat Dewan Gubernur diselenggarakan:
a.       sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam sebulan untuk menetapkan kebijakan umum di bidang moneter yang dapat dihadiri oleh seorang menteri atau lebih yang mewakili Pemerintah dengan hak bicara tanpa hak suara;
b.      sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam seminggu untuk melakukan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan moneter sebagaimana dimaksud dalam huruf a atau menetapkan kebijakan lain yang prinsipil dan strategis.
(2) Rapat Dewan Gubernur dinyatakan sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya oleh lebih dari separuh anggota Dewan Gubernur.
(3) Pengambilan keputusan rapat Dewan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas dasar musyawarah untuk mencapai mufakat. Apabila mufakat tidak tercapai, Gubernur menetapkan keputusan akhir.
(4) Dalam keadaan darurat dan rapat Dewan Gubernur tidak dapat diselenggarakan karena jumlah anggota Dewan Gubernur yang hadir tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Gubernur atau sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota Dewan Gubernur dapat menetapkan kebijakan dan atau mengambil keputusan.
(5) Kebijakan dan atau keputusan Gubernur atau Deputi Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (4), wajib dilaporkan selambat-lambatnya dalam rapat Dewan Gubernur berikutnya.
(6) Tata tertib dan tata cara penyelenggaraan rapat Dewan Gubernur ditetapkan dengan Peraturan Dewan Gubernur.
Pasal 44
(1) Dewan Gubernur mengangkat dan memberhentikan pegawai Bank Indonesia.
(2) Dewan Gubernur menetapkan peraturan kepegawaian, sistem penggajian, penghargaan, pensiun dan tunjangan hari tua, serta penghasilan lainnya bagi pegawai Bank Indonesia.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat(2) ditetapkan dengan Peraturan Dewan Gubernur.
Pasal 45
Gubernur, Deputi Gubernur Senior, Deputi Gubernur, dan atau pejabat Bank Indonesia tidak dapat dihukum karena telah mengambil
keputusan atau kebijakan yang sejalan dengan tugas dan wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini sepanjang dilakukan dengan itikad baik.
Pasal 46
(1) Antara sesama anggota Dewan Gubernur dilarang mempunyai hubungan keluarga sampai derajat ketiga dan besan.
(2) Jika setelah pengangkatan, antara sesama anggota Dewan Gubernur terbukti mempunyai hubungan atau terjadi hubungan keluarga yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak terbukti mempunyai atau terjadi hubungan keluarga tersebut, salah seorang di antara mereka wajib mengundurkan diri dari jabatannya.
(3) Dalam hal salah satu anggota Dewan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak bersedia mundur, Presiden menetapkan kedua anggota Dewan Gubernur tersebut untuk berhenti dari jabatannya.
Pasal 47
(1) Anggota Dewan Gubernur baik sendiri maupun bersama-sama dilarang:
a.       mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung pada perusahaan mana pun juga;
b.      merangkap jabatan pada lembaga lain kecuali karena kedudukannya wajib memangku jabatan tersebut;
c.       menjadi pengurus dan atau anggota partai politik.
(2) Dalam hal anggota Dewan Gubernur melakukan salah satu atau lebih larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b dan huruf c, anggota Dewan Gubernur tersebut wajib mengundurkan diri dari jabatannya.
Pasal 48
Anggota Dewan Gubernur tidak dapat diberhentikan dalam masa jabatannya kecuali karena yang bersangkutan mengundurkan diri, terbukti melakukan tindak pidana kejahatan, atau berhalangan tetap.
Pasal 49
Dalam hal anggota Dewan Gubernur patut diduga telah melakukan tindak pidana, pemanggilan, permintaan keterangan dan penyidikan harus terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Presiden.
Pasal 50
(1) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan atau Deputi Gubernur karena hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 47 ayat (2), dan Pasal 48, Presiden mengangkat Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan atau Deputi Gubernur yang baru sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 41 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), untuk sisa masa jabatan yang digantikannya.
(2) Dalam hal kekosongan jabatan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum diangkat penggantinya, Deputi Gubernur Senior menjalankan tugas pekerjaan Gubernur sebagai pejabat Gubernur sementara.
(3) Dalam hal Deputi Gubernur Senior sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga berhalangan, Deputi Gubernur yang paling lama masa jabatannya menjalankan tugas pekerjaan Gubernur sebagai pejabat Gubernur sementara.
Pasal 51
(1) Gaji, penghasilan lainnya dan fasilitas bagi Gubernur, Deputi Gubernur Senior dan Deputi Gubernur ditetapkan oleh Dewan Gubernur.
(2) Besarnya gaji dan penghasilan lainnya bagi Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan paling banyak 2 (dua) kali dari gaji dan penghasilan lainnya bagi pegawai dengan jabatan tertinggi di Bank Indonesia.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Dewan Gubernur.
BAB VIII
HUBUNGAN DENGAN PEMERINTAH
Pasal 52
Bank Indonesia bertindak sebagai pemegang kas Pemerintah.
Pasal 53
Bank Indonesia untuk dan atas nama Pemerintah dapat menerima pinjaman luar negeri, menatausahakan, serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan Pemerintah terhadap pihak luar negeri.
Pasal 54
(1) Pemerintah wajib meminta pendapat Bank Indonesia dan atau mengundang Bank Indonesia dalam sidang kabinet yang membahas masalah ekonomi, perbankan dan keuangan yang berkaitan dengan tugas Bank Indonesia, atau masalah lain yang termasuk kewenangan Bank Indonesia.
(2) Bank Indonesia memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah mengenai Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta kebijakan lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenang Bank Indonesia.
Pasal 55
(1) Dalam hal Pemerintah akan menerbitkan surat-surat utang negara, Pemerintah wajib terlebih dahulu berkonsultasi dengan Bank Indonesia.
(2) Sebelum menerbitkan surat utang negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah wajib berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Bank Indonesia dapat membantu penerbitan surat-surat utang negara yang diterbitkan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Bank Indonesia dilarang membeli untuk diri sendiri surat-surat utang negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali di pasar sekunder.
(5) Perbuatan hukum Bank Indonesia membeli surat utang negara untuk diri sendiri tidak di pasar sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dinyatakan batal demi hukum.
Pasal 56
(1) Bank Indonesia dilarang memberikan kredit kepada Pemerintah.
(2) Dalam hal Bank Indonesia melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian pemberian kredit kepada Pemerintah tersebut batal demi hukum.
BAB IX
HUBUNGAN INTERNASIONAL
Pasal 57
(1) Bank Indonesia dapat melakukan kerja sama dengan Bank Sentral lainnya, organisasi, dan lembaga internasional.
(2) Dalam hal dipersyaratkan bahwa anggota lembaga internasional dan atau lembaga multilateral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah negara, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama negara Republik Indonesia sebagai anggota.
BAB X
AKUNTABILITAS DAN ANGGARAN
Pasal 58
(1) Bank Indonesia wajib menyampaikan informasi kepada masyarakat secara terbuka melalui media massa pada setiap awal tahun anggaran yang memuat:
a.       evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan moneter pada tahun sebelumnya;
b.      rencana kebijakan moneter dan penetapan sasaran-sasaran moneter untuk tahun yang akan datang dengan mempertimbangkan sasaran laju inflasi serta perkembangan kondisi ekonomi dan keuangan.
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan juga secara tertulis kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Bank Indonesia wajib menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan tugas dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat setiap 3 (tiga) bulan.
(4) Dengan tidak mengurangi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bank Indonesia wajib menyampaikan penjelasan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenangnya apabila diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 59
Badan Pemeriksa Keuangan dapat melakukan pemeriksaan khusus terhadap Bank Indonesia atas permintaan Dewan Perwakilan Rakyat apabila diperlukan.
Pasal 60
(1) Tahun anggaran Bank Indonesia adalah tahun kalender.
(2) Selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sebelum dimulai tahun anggaran, Dewan Gubernur menetapkan anggaran tahunan Bank Indonesia yang harus disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah bersamaan dengan evaluasi pelaksanaan anggaran tahun berjalan.
(3) Setiap penambahan jumlah anggaran pengeluaran yang diperlukan dalam tahun anggaran berjalan harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Dewan Gubernur.
Pasal 61
(1) Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya tahun anggaran, Bank Indonesia telah menyelesaikan penyusunan laporan keuangan tahunan Bank Indonesia.
(2) Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selesai disusun, Bank Indonesia wajib menyampaikan laporan tersebut kepada Badan Pemeriksa Keuangan untuk dimulai pemeriksaan.
(3) Selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari sejak pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Pemeriksa Keuangan menyampaikan laporan hasil pemeriksaan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Bank Indonesia wajib mengumumkan laporan keuangan tahunan Bank Indonesia kepada publik melalui media massa.
Pasal 62
(1) Surplus dari hasil kegiatan Bank Indonesia akan dibagi sebagai berikut:
a.       30% (tiga puluh per seratus) untuk Cadangan Tujuan;
b.      sisanya dipupuk sebagai Cadangan Umum sehingga jumlah modal dan Cadangan Umum mencapai 10% (sepuluh per seratus) dari seluruh kewajiban moneter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2).
(2) Sisa surplus setelah dikurangi pembagian sebagaimana diatur pada ayat(1), diserahkan kepada Pemerintah.
(3) Apabila modal menjadi kurang dari Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), Pemerintah wajib menutup kekurangan tersebut, yang pelaksanaannya dilakukan setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Terhadap surplus Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dikenakan pajak penghasilan.
Pasal 63
Bank Indonesia menyusun neraca singkat mingguan yang diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Pasal 64
(1) Bank Indonesia hanya dapat melakukan penyertaan modal pada badan hukum atau badan lainnya yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Dana untuk penyertaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diambil dari dana Cadangan Tujuan.
BAB XI
KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 65
Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), diancam dengan pidana kurungan sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan dan paling lama 3 (tiga) bulan, serta denda sekurang-kurangnya Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
Pasal 66
Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun, serta denda sekurang-kurangnya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 67
Barang siapa yang melakukan campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun, serta denda sekurang-kurangnya Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 68
Anggota Dewan Gubernur dan atau pejabat Bank Indonesia yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2), diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun, serta denda sekurang-kurangnya Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 69
Badan yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3), diancam dengan pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pasal 70
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (4), diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun, serta denda sekurang-kurangnya Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
(2) Penuntutan terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan terhadap mereka yang memberi perintah, yang melakukan perbuatan, yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan dimaksud, atau terhadap ketiga-tiganya.
Pasal 71
(1) Gubernur, Deputi Gubernur Senior, Deputi Gubernur, pegawai Bank Indonesia, atau pihak lain yang ditunjuk atau disetujui oleh Bank Indonesia untuk melakukan tugas tertentu yang memberikan keterangan dan data lainnya yang bersifat rahasia yang diperoleh karena jabatannya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun, serta denda sekurang-kurangnya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(2) Apabila pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh badan, badan tersebut diancam dengan pidana denda sekurang-kurangnya Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
(3) Keterangan dan data lainnya yang bersifat rahasia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Dewan Gubernur.
Pasal 72
(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65, Pasal 66, Pasal 67, Pasal 68, Pasal 69, Pasal 70, dan Pasal 71, Dewan Gubernur dapat menetapkan sanksi administratif terhadap pegawai Bank Indonesia serta pihak-pihak lain yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang ini.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a.       denda; atau
b.      teguran tertulis; atau
c.       pencabutan atau pembatalan izin usaha oleh instansi yang berwenang apabila pelanggaran dilakukan oleh badan usaha; atau
d.      pengenaan sanksi disiplin kepegawaian.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia atau Peraturan Dewan Gubernur.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 73
Segala aktiva dan pasiva Bank Indonesia menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral beralih menjadi aktiva dan pasiva Bank Indonesia menurut Undang-undang ini.
Pasal 74
(1) Kredit Likuiditas Bank Indonesia dalam rangka kredit program yang masih berjalan dan belum jatuh tempo serta yang telah disetujui tetapi belum ditarik, dialihkan berdasarkan suatu perjanjian kepada Badan Usaha Milik Negara yang ditunjuk Pemerintah, dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak berlakunya Undang-undang ini.
(2) Badan Usaha Milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengelola hasil angsuran dan atau pelunasan pokok dan bunga kredit likuiditas dimaksud sampai dengan jangka waktu kredit likuiditas tersebut berakhir.
(3) Subsidi bunga atas kredit likuiditas yang berada dalam pengelolaan Badan Usaha Milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tetap menjadi beban Pemerintah.
Pasal 75
(1) Dengan berlakunya Undang-undang ini, Direksi yang diangkat berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral dinyatakan diberhentikan dan diangkat kembali sebagai anggota Dewan Gubernur dengan pengaturan sebagai berikut:
a.       Gubernur dan seorang Deputi Gubernur untuk masa jabatan pertama selama 4 (empat) tahun;
b.      2 (dua) orang Deputi Gubernur untuk masa jabatan pertama selama 1 (satu) tahun;
c.       2 (dua) orang Deputi Gubernur untuk masa jabatan pertama selama 2 (dua) tahun;
d.      2 (dua) orang Deputi Gubernur untuk masa jabatan pertama selama 3 (tiga) tahun.
(2) Selambat-lambatnya 3 (tiga) minggu sejak Undang-undang ini berlaku, Presiden mengusulkan calon Deputi Gubernur Senior menurut ketentuan yang ditetapkan dalam Pasal 40 dan Pasal 41 untuk masa jabatan pertama selama 5 (lima) tahun.
(3) Anggota Dewan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan usul Gubernur.
Pasal 76
(1) Ketentuan tentang Bank Indonesia dilarang membeli untuk diri sendiri surat-surat utang negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (4) dinyatakan mulai berlaku selambat-lambatnya 1 Januari 2000 kecuali untuk keperluan pembiayaan restrukturisasi perbankan.
(2) Terhadap tagihan atas surat-surat utang negara yang telah dibeli secara langsung oleh Bank Indonesia dan belum jatuh tempo, Bank Indonesia dapat memperpanjang jangka waktu tagihan tersebut selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun sejak jatuh tempo apabila diperlukan oleh Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Dalam hal diperlukan perpanjangan jangka waktu tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah harus mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu tagihan tersebut selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tagihan jatuh tempo.
Pasal 77
Dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak diberlakukannya Undang-undang ini, Bank Indonesia wajib sudah melepaskan seluruh penyertaannya pada badan hukum atau badan lainnya yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 64 ayat (1).
Pasal 78
(1) Dengan berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral dan peraturan perundang-undangan lainnya yang bertentangan dengan undang-undang ini dinyatakan tidak berlaku.
(2) Peraturan pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral dan peraturan perundang-undangan lainnya sepanjang belum diperbarui dan tidak bertentangan dalam Undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 79
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 17 Mei 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd.
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 17 Mei 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

ttd.
PROF. DR. H. MULADI, S.H.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 66
.


PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 1999
TENTANG
BANK INDONESIA

UMUM
Pembangunan nasional Indonesia untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 telah mencapai berbagai kemajuan termasuk di bidang ekonomi dan moneter, sebagaimana tercermin pada pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan tingkat inflasi yang terkendali. Sementara itu, dalam pembangunan tersebut terdapat kelemahan struktur dan sistem perekonomian Indonesia yang menimbulkan penyimpangan-penyimpangan antara lain ketidakhati-hatian dan kecurangan dunia perbankan dalam mengelola dana, diperparah oleh kurang memadainya perangkat hukum, lemahnya penegakan hukum disertai dengan sistem politik yang kurang demokratis sehingga di antaranya mengakibatkan banyaknya distorsi sehingga terjadi penyimpangan dari praktek ekonomi pasar yang mengakibatkan semakin lemahnya fondasi perekonomian nasional.
Di sisi lain, perkembangan ekonomi internasional mengalami perubahan yang cepat dan sangat mendasar menuju kepada sistem ekonomi global yang ditandai dengan semakin terintegrasinya pasar keuangan dunia yang memudahkan pergerakan arus lalu lintas modal disertai dengan semakin ketatnya persaingan di dunia internasional. Selain menguntungkan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, pergerakan arus modal juga meningkatkan kerentanan perekonomian nasional. Sehubungan dengan hal tersebut perlu diupayakan pemecahannya yang sekaligus dapat meletakkan landasan perekonomian yang kukuh melalui strategi pembangunan yang tepat dalam rangka mewujudkan perekonomian nasional yang diwarnai dengan ekonomi kerakyatan yang merata, mandiri, andal, berkeadilan dan terbuka sehingga mampu bersaing di kancah perekonomian internasional.
Guna mewujudkan perekonomian yang kukuh tersebut perlu diadakan penyesuaian berbagai kebijakan ekonomi dan moneter yang selama ini telah ditempuh oleh Indonesia. Kebijakan moneter yang merupakan salah satu kebijakan penting dari kebijakan pembangunan ekonomi nasional harus lebih diarahkan kepada upaya untuk menciptakan dan menjaga stabilitas moneter. Selama ini perencanaan dan penetapan kebijakan moneter dilakukan oleh Dewan Moneter sementara status dan peranan Bank Indonesia adalah membantu Pemerintah dalam melaksanakan kebijakan moneter yang disusun dan ditetapkan oleh Dewan Moneter berdasarkan Undang-undang Nomor 13 tahun 1968.
Status dan peranan Bank Indonesia berdasarkan Undang-undang tersebut di atas dipandang sudah tidak sesuai lagi untuk menghadapi tuntutan perkembangan dan dinamika perekonomian nasional dan internasional dewasa ini dan di masa yang akan datang. Oleh sebab itu diperlukan penggantian Undang-undang tersebut dengan yang baru yang memberikan status, tujuan dan tugas yang lebih tepat kepada Bank Indonesia selaku otoritas moneter.
Dalam Undang-undang ini, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah dan nilai tukar yang wajar merupakan sebagian dari prasyarat bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Reorientasi sasaran Bank Indonesia tersebut merupakan bagian dari kebijakan pemulihan dan reformasi perekonomian untuk keluar dari krisis ekonomi yang tengah melanda Indonesia. Hal itu sekaligus meletakkan landasan yang kukuh bagi pelaksanaan dan pengembangan perekonomian Indonesia di tengah-tengah perekonomian dunia yang semakin kompetitif dan terintegrasi. Sebaliknya, kegagalan untuk memelihara kestabilan nilai rupiah seperti tercermin pada kenaikan harga-harga dapat merugikan karena berakibat menurunkan pendapatan riil masyarakat dan melemahkan daya saing perekonomian nasional dalam kancah perekonomian dunia.
Tujuan Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah tersebut perlu ditopang dengan tiga pilar utama, yaitu kebijakan moneter dengan prinsip kehati-hatian, sistem pembayaran yang cepat dan tepat, serta sistem perbankan dan keuangan yang sehat.
Dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia berwenang menetapkan sasaran-sasaran moneter dan melakukan pengendalian moneter dengan cara-cara yang ditetapkan dalam Undang-undang ini. Berkaitan dengan hal tersebut, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai tukar yang ditetapkan, mengelola cadangan devisa untuk memenuhi kewajiban luar negeri, memelihara keseimbangan neraca pembayaran dan dapat juga menerima pinjaman luar negeri. Pinjaman luar negeri Pemerintah dengan tujuan untuk memperkuat perekonomian nasional, harus dilaksanakan oleh Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Sedangkan pinjaman luar negeri swasta merupakan tanggung jawab yang bersangkutan dan monitoringnya dilakukan oleh Bank Indonesia secara fungsional dan transparan.
Untuk mencapai sasaran-sasaran moneter, Bank Indonesia juga mempunyai fungsi lender the of last resort dan melaksanakan pemberian kredit program yang telah disetujui tetapi belum ditarik. Dalam melaksanakan fungsi lender of the last resort, Bank Indonesia hanya membantu untuk mengatasi mismatch yang disebabkan oleh risiko kredit atau risiko pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, risiko manajemen, dan risiko pasar. Sesuai dengan status Bank Indonesia sebagai otoritas moneter yang independen, pemberian kredit program tidak lagi menjadi tugas Bank Indonesia.Mengantisipasi perkembangan perbankan berdasarkan Prinsip Syariah, tugas dan fungsi Bank Indonesia perlu mengakomodasikan Prinsip-prinsip Syariah.
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, Bank Indonesia ditunjuk sebagai lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengatur peredaran uang rupiah sebagai alat pembayaran yang sah. Berhubung kelancaran sistem pembayaran sangat penting bagi pelaksanaan kebijakan moneter, kepada Bank Indonesia diberikan tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Agar tugas tersebut dapat dilaksanakan secara efektif, kepada Bank Indonesia perlu diberikan kewenangan dan tanggung jawab yang luas dalam mengatur dan melaksanakan kegiatan kliring dan jasa transfer dana, serta penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank. Di samping itu, Bank Indonesia juga diberikan kewenangan dan tanggung jawab yang berkaitan dengan pengawasan jasa sistem pembayaran agar masyarakat luas dapat memperoleh jasa sistem pembayaran yang efisien, cepat, tepat dan aman.
Dalam rangka pelaksanaan tugas pengaturan dan pengawasan Bank, kepada Bank Indonesia diberikan wewenang untuk menetapkan peraturan dan perizinan bagi kelembagaan dan kegiatan usaha Bank serta mengenakan sanksi terhadap Bank sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tugas pengaturan Bank Indonesia antara lain juga menetapkan prioritas penyaluran dana kepada pengusaha golongan ekonomi lemah dan koperasi.
Kewenangan Bank Indonesia dimaksudkan pula untuk menanggulangi krisis ekonomi dalam waktu sesingkat-singkatnya dengan sasaran terkendalinya nilai kurs rupiah pada tingkat yang wajar. Hal ini sesuai dengan amanat Bab IV huruf A butir 1a Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor X/MPR/1998. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter, sebagaimana amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tersebut diharuskan membangun sistem kelembagaan yang kuat dan independen dalam mengelola dan mendayagunakan devisa. Dalam rangka pengelolaan keuangan nasional yang sehat, Bank Indonesia sebagai Bank Sentral harus mandiri, bebas dari campur tangan pemerintah dan pihak lainnya, serta kinerjanya dapat diawasi dan dipertanggungjawabkan.
Kedudukan Bank Indonesia sebagai lembaga negara yang independen berada di luar pemerintahan sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang ini. Independensi ini membawa konsekuensi yuridis logis bahwa Bank Indonesia juga mempunyai kewenangan mengatur atau membuat/menerbitkan peraturan yang merupakan pelaksanaan Undang-undang dan menjangkau seluruh bangsa dan negara Indonesia. Dengan demikian, Bank Indonesia sebagai suatu lembaga negara yang independen dapat menerbitkan peraturan dengan disertai kemungkinan pemberian sanksi administratif.
Dewan Gubernur dalam melaksanakan tugas dan fungsinya harus menghindarkan praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme sebagaimana diamanatkan pasal 3 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor XI/MPR/1998.
Dalam rangka koordinasi kebijakan antara otoritas moneter dengan otoritas fiskal dan sektor riil, Rapat Dewan Gubernur dapat dihadiri oleh Menteri atau pejabat pemerintah. Demikian pula sebaliknya Gubernur dapat menghadiri sidang kabinet. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan Dewan Moneter tidak diperlukan lagi.
Agar independensi yang diberikan kepada Bank Indonesia dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, kepada Bank Indonesia dituntut untuk transparan dan memenuhi prinsip akuntabilitas publik dalam menetapkan kebijakannya serta terbuka bagi pengawasan oleh masyarakat. Transparansi dan prinsip akuntabilitas publik tersebut dilakukan dengan cara menyampaikan rencana kebijakan untuk tahun yang akan datang dan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan moneter untuk tahun sebelumnya serta perkembangan kondisi ekonomi, keuangan dan perbankan kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. Secara berkala dan terbuka kepada masyarakat disampaikan informasi yang berkaitan dengan perkembangan ekonomi, moneter dan perbankan.

PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Satu rupiah terdiri atas 100 (seratus) sen.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan wilayah negara Republik Indonesia adalah seluruh wilayah teritorial Indonesia termasuk kapal yang berbendera Republik Indonesia.
Ayat (3)
Pokok-pokok ketentuan mengenai pengecualian sebagaimana dimaksud dalam ayat ini akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia yang memuat antara lain:
a.     pencantuman harga barang dan jasa dalam valuta asing di tempat dan kegiatan usaha tertentu;
b.    penggunaan mata uang ASEAN dalam rangka ekspor dan atau impor di kawasan ASEAN;
c.     antisipasi terhadap kemungkinan integrasi ekonomi.
Ayat (4)
Dalam hal terdapat keraguan atas keaslian uang rupiah, pihak yang meragukan tersebut dapat meminta klarifikasi kepada Bank Indonesia. Ketidaksepakatan para pihak yang melakukan transaksi tidak dianggap sebagai penolakan menerima rupiah.
Ayat (5)
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara lain:
a.     penetapan wilayah dan atau daerah tertentu;
b.    tempat usaha atau kegiatan usaha tertentu;
c.     perjanjian perdagangan barang dan jasa.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara lain:
a.     penetapan jumlah uang rupiah yang dapat dibawa keluar atau masuk wilayah Indonesia;
b.    prosedur perizinan membawa uang rupiah keluar atau masuk wilayah Indonesia;
c.     sanksi administratif terhadap pelanggaran ketentuan pemindahan uang rupiah dari atau ke luar negeri tanpa izin.
Pasal 4
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Bank Sentral adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu negara, merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi perbankan, serta menjalankan fungsi sebagai lender of the last resort.
Bank Sentral dimaksud mempunyai tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dan tidak melakukan kegiatan intermediasi seperti yang dilakukan oleh Bank pada umumnya. Walaupun demikian, dalam rangka mendukung tugas-tugasnya Bank Sentral dapat melakukan aktivitas perbankan yang dianggap perlu.
Di Indonesia hanya ada satu Bank Sentral dan sesuai dengan Penjelasan Pasal 23 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 disebut Bank Indonesia.
Ayat (2)
Bank Indonesia sebagai lembaga negara yang independen di bidang tugasnya berada di luar pemerintahan dan lembaga lain sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang ini. Dalam pelaksanaan tugasnya Bank Indonesia menyampaikan laporan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Selain itu, laporan keuangan Bank Indonesia diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Ayat (3)
Bank Indonesia dinyatakan sebagai badan hukum dengan Undang-undang ini dan dimaksudkan agar terdapat kejelasan wewenang Bank Indonesia dalam mengelola kekayaan sendiri yang terlepas dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Selain itu, Bank Indonesia sebagai badan hukum publik berwenang untuk menetapkan peraturan dan mengenakan sanksi dalam batas kewenangannya.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kantor-kantor di dalam dan di luar wilayah negara Republik Indonesia adalah kantor-kantor cabang Bank Indonesia di daerah atau kantor-kantor perwakilan Bank Indonesia di luar negeri.
Pada kantor-kantor tersebut dilakukan kegiatan-kegiatan Bank Indonesia sesuai dengan tugas dan wewenangnya.
Pasal 6
Ayat (1)
Modal Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat ini berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang merupakan penjumlahan dari modal, Cadangan Umum, Cadangan Tujuan dan bagian dari laba yang belum dibagi menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral sebelum Undang-undang ini diberlakukan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan sumber lain untuk tambahan modal dapat berupa hasil revaluasi aset dan atau setoran modal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Selain itu, sumber lain tersebut dimaksudkan pula untuk menampung kemungkinan perubahan standar akuntansi keuangan tentang modal.
Yang dimaksud dengan kewajiban moneter adalah kewajiban Bank Indonesia kepada masyarakat, Bank, dan Pemerintah yang terdiri atas uang kartal yang diedarkan, saldo kredit rekening milik Bank, milik Pemerintah, dan milik pihak lain seperti simpanan pegawai yang tercatat di Bank Indonesia serta surat utang yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.
Ayat (3)
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Dewan Gubernur meliputi antara lain:
a.     perlakuan akuntansi untuk modal Bank Indonesia;
b.    persyaratan dan tata cara revaluasi aset;
c.     persyaratan penambahan modal yang berasal dari sumber-sumber lain.
Pasal 7
Kestabilan nilai rupiah yang dimaksud dalam pasal ini adalah kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa, serta terhadap mata uang negara lain.
Kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa diukur dengan atau tercermin dari perkembangan laju inflasi. Kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain diukur dengan atau tercermin dari perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.
Kestabilan nilai rupiah sangat penting untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Pasal 8
Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal ini mempunyai keterkaitan dalam mencapai kestabilan nilai rupiah. Tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter dilakukan Bank Indonesia antara lain melalui pengendalian jumlah uang beredar dan suku bunga. Efektivitas pelaksanaan tugas ini memerlukan dukungan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal, yang merupakan sasaran dari pelaksanaan tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal tersebut memerlukan sistem perbankan yang sehat, yang merupakan sasaran tugas mengatur dan mengawasi Bank. Selanjutnya, sistem perbankan yang sehat akan mendukung pengendalian moneter mengingat pelaksanaan kebijakan moneter terutama dilakukan melalui sistem perbankan.
Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pihak lain adalah semua pihak di luar Bank Indonesia, termasuk Pemerintah dan atau lembaga-lembaga lainnya.
Yang dimaksud dengan segala bentuk campur tangan adalah segala perbuatan pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi kebijakan dan pelaksanaan tugas Bank Indonesia.
Ketentuan ini dimaksudkan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan tugas dan wewenangnya berdasarkan Undang-undang ini secara efektif.
Tidak termasuk dalam pengertian campur tangan adalah kerja sama yang dilakukan oleh pihak lain atau bantuan teknis yang diberikan oleh pihak lain atas permintaan Bank Indonesia dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang ini.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Huruf a
Sasaran laju inflasi ditetapkan oleh Bank Indonesia atas dasar tahun kalender dengan memperhatikan perkembangan dan prospek ekonomi makro. Penetapan sasaran laju inflasi tersebut terutama dilakukan dengan mempertimbangkan perkembangan harga yang secara langsung dipengaruhi oleh kebijakan moneter.
Sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia tersebut dapat berbeda dengan asumsi laju inflasi yang dibuat oleh Pemerintah dalam rangka penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang didasarkan pada tahun fiskal.
Dalam hal terjadi perbedaan, Bank Indonesia dapat memberikan penjelasan secara terbuka apabila diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Huruf b
Angka 1
Termasuk dalam pengertian operasi pasar terbuka pada ayat ini adalah intervensi di pasar valuta asing yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka stabilisasi rupiah.
Angka 2
Yang dimaksud dengan penetapan tingkat diskonto adalah penetapan tingkat bunga tertentu yang diberlakukan oleh Bank Indonesia antara lain dalam operasi pasar terbuka dalam rangka kredit dari Bank Indonesia maupun dalam pelaksanaan fungsi lender of the last resort.
Angka 3
Cukup jelas
Angka 4
Yang dimaksud dengan pengaturan kredit atau pembiayaan adalah penetapan pertumbuhan penyaluran kredit atau pem-biayaan oleh lembaga perbankan secara keseluruhan berkaitan dengan pengendalian moneter.
Ayat (2)
Operasi pasar terbuka dalam rangka pengendalian moneter melalui Bank berdasarkan Prinsip Syariah dilakukan dengan cara penetapan nisbah bagi hasil atau imbalan sebagai pengganti tingkat diskonto yang diberlakukan pada Bank konvensional.
Ayat (3)
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia meliputi antara lain:
a.     tata cara pelaksanaan operasi pasar terbuka di pasar uang rupiah;
b.    tata cara pelaksanaan intervensi valuta asing dalam rangka stabilisasi rupiah;
c.     instrumen yang digunakan dalam operasi pasar terbuka;
d.    tata cara penetapan tingkat diskonto;
e.     penetapan jenis dan besaran cadangan wajib minimum bagi Bank, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing;
f.     penetapan sanksi administratif terhadap pelanggaran cadangan wajib minimum;
g.    pembatasan kredit atau pembiayaan termasuk juga segala bentuk fasilitas pinjaman dana melalui pasar rupiah dan valuta asing;
h.     pengaturan huruf c, huruf d, dan huruf g yang didasarkan pada Prinsip Syariah, terutama mengenai penetapan nisbah bagi hasil atau imbalan.
Pasal 11
Ayat (1)
Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah kepada Bank yang dimaksudkan dalam pasal ini hanya dilakukan untuk mengatasi kesulitan Bank karena adanya ketidaksesuaian antara arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar.
Yang dimaksud dengan hari pada ayat ini adalah hari kalender.
Jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari yang dimaksud pada ayat ini merupakan jangka waktu maksimum yang dimungkinkan termasuk perpanjangannya.
Apabila kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah tidak dapat dilunasi pada saat jatuh tempo, Bank Indonesia sepenuhnya berhak mencair-kan agunan yang dikuasainya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bank yang dapat memperoleh bantuan likuiditas adalah Bank yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, misalnya secara nyata berdasarkan informasi yang diperoleh Bank Indonesia bahwa Bank yang bersangkutan mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek, memiliki agunan yang cukup dan apabila diperlukan, akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap kondisi Bank tersebut.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan meliputi surat berharga dan atau tagihan yang diterbitkan oleh Pemerintah atau badan hukum lain yang mempunyai peringkat tinggi berdasarkan hasil penilaian lembaga pemeringkat yang kompeten dan sewaktu-waktu dengan mudah dapat dijual ke pasar untuk dijadikan uang tunai.
Yang dimaksud dengan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, misalnya bagi hasil atau risiko yang ditanggung bersama secara proporsional.
Ayat (3)
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara lain:
a.     persyaratan dan tata cara pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, termasuk di dalamnya persyaratan tingkat kesehatan Bank penerima. Dalam rangka meneliti pemenuhan persyaratan kesehatan Bank tersebut, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap Bank calon penerima kredit atau pembiayaan;
b.    jangka waktu, tingkat suku bunga atau nisbah bagi hasil dan biaya lainnya;
c.     jenis agunan berupa surat berharga dan atau tagihan yang mempunyai peringkat tinggi;
d.    tata cara pengikatan agunan.
Pasal 12
Bank Indonesia melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan kebijakan nilai tukar yang ditetapkan sesuai dengan sistem nilai tukar yang dianut, antara lain berupa:
a.     dalam sistem nilai tukar tetap berupa devaluasi atau revaluasi terhadap mata uang asing;
b.    dalam sistem nilai tukar mengambang berupa intervensi pasar;
c.     dalam sistem nilai tukar mengambang terkendali berupa penetapan nilai tukar harian serta lebar pita intervensi.
Penetapan kebijakan-kebijakan tersebut di atas dimaksudkan untuk mencapai tujuan Bank Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang ini.
Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan cadangan devisa adalah cadangan devisa negara yang dikuasai oleh Bank Indonesia, yang tercatat pada sisi aktiva neraca Bank Indonesia, yang antara lain berupa emas, uang kertas asing dan tagihan lainnya dalam valuta asing kepada pihak luar negeri yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran luar negeri. Cadangan devisa mencakup pula hak atas devisa yang setiap waktu dapat ditarik dari suatu badan keuangan internasional.
Bank Indonesia mengupayakan agar cadangan devisa yang dipelihara mencapai jumlah yang oleh Bank Indonesia dianggap cukup untuk melaksanakan kebijakan moneter.
Ayat (2)
Pengelolaan cadangan devisa oleh Bank Indonesia dilakukan dengan melalui berbagai jenis transaksi devisa yaitu menjual, membeli, dan atau menempatkan devisa, emas dan surat-surat berharga secara tunai atau berjangka termasuk pemberian pinjaman. Pengelolaan dan pemeliharaan cadangan devisa didasarkan pada prinsip keamanan dan kesiagaan memenuhi kewajiban segera tanpa mengabaikan prinsip untuk memperoleh pendapatan yang optimal. Tujuan pengelolaan dan pemeliharaan cadangan devisa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya menjaga nilai tukar
Ayat (3)
Pinjaman luar negeri yang diterima Bank Indonesia pada ayat ini adalah pinjaman luar negeri atas nama dan menjadi tanggung jawab Bank Indonesia sebagai badan hukum.
Pinjaman ini semata-mata digunakan dalam rangka pengelolaan cadangan devisa untuk memperkuat posisi neraca pembayaran sebagai bagian dari pelaksanaan kebijakan moneter. Dengan demikian, pinjaman ini tidak mengganggu dan tidak termasuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Jumlah pinjaman tersebut disesuaikan dengan kemampuan Bank Indonesia untuk membayar kembali. Pelaksanaan pinjaman dimaksud dapat dipantau Dewan Perwakilan Rakyat melalui hasil pemeriksaan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.
Pasal 14
Ayat (1)
Survei yang dimaksud dalam pasal ini dapat berupa pengumpulan informasi yang bersifat makro atau mikro seperti survei mengenai kegiatan usaha, survei konsumen, survei perkembangan harga aset dan survei-survei lainnya, yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia, termasuk survei dalam rangka penyusunan dan penyem-purnaan statistik neraca pembayaran.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pihak lain pada ayat ini adalah lembaga survei yang independen, kompeten dan profesional.
Ayat (3)
Keterangan dan data yang diminta oleh Bank Indonesia bukan untuk maksud pemeriksaan, melainkan untuk kepentingan statistik.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan Undang-undang pada ayat ini adalah Undang-undang lain yang mewajibkan pihak yang mempunyai keterangan dan data yang bersifat rahasia untuk mengungkapkannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berkaitan.
Ayat (5)
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara lain:
a.     tata cara pengumpulan dan penyampaian data;
b.    koordinasi dan kerja sama pengumpulan data dengan pihak-pihak lain apabila diperlukan;
c.     persyaratan bagi pihak ketiga sebagai pelaksana survei.
Pasal 15
Ayat (1)
Huruf a
Jasa sistem pembayaran yang dapat dilaksanakan oleh Bank Indonesia antara lain adalah jasa transfer dana nilai besar. Adapun persetujuan terhadap penyelenggaraan jasa sistem pembayaran dimaksudkan agar penyelenggaraan jasa sistem pembayaran oleh pihak lain memenuhi persyaratan, khususnya persyaratan keamanan dan efisiensi.
Huruf b
Kewajiban penyampaian laporan berlaku bagi setiap penyelenggara jasa sistem pembayaran. Hal ini dimaksudkan agar Bank Indonesia dapat memantau penyelenggaraan sistem pembayaran. Informasi yang diperoleh dari penyelenggaraan sistem pembayaran itu juga diperlukan untuk menunjang pelaksanaan tugas-tugas Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
Huruf c
Penetapan penggunaan alat pembayaran dimaksudkan agar alat pembayaran yang digunakan dalam masyarakat memenuhi per-syaratan keamanan bagi pengguna. Dalam wewenang ini termasuk membatasi penggunaan alat pembayaran tertentu dalam rangka prinsip kehati-hatian.
Dalam rangka pelaksanaan kewenangan pada ayat (1) ini, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap penyelenggara jasa sistem pembayaran.
Ayat (2)
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara lain:
a.     jenis penyelenggaraan jasa sistem pembayaran yang memerlukan persetujuan Bank Indonesia dan prosedur pemberian persetujuan oleh Bank Indonesia;
b.    cakupan wewenang dan tanggung jawab penyelenggara jasa sistem pembayaran, termasuk tanggung jawab yang berkaitan dengan manajemen risiko;
c.     persyaratan keamanan dan efisiensi dalam penyelenggaraan jasa sistem pembayaran;
d.    penyelenggara jasa sistem pembayaran yang wajib menyampaikan laporan kegiatan;
e.     jenis laporan kegiatan yang perlu disampaikan kepada Bank Indonesia dan tata cara pelaporannya;
f.     jenis alat pembayaran yang dapat digunakan oleh masyarakat termasuk alat pembayaran yang bersifat elektronis seperti kartu ATM, kartu debet, kartu kredit, kartu pra bayar dan uang elektronik;
g.    persyaratan keamanan alat pembayaran;
h.     sanksi administratif berupa denda bagi pelanggaran ketentuan pada huruf a, huruf d dan huruf f tersebut di atas.
Pasal 16
Yang dimaksud dengan kliring antar bank adalah pertukaran warkat atau data keuangan elektronik antar bank baik atas nama Bank maupun nasabah yang hasil perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. Warkat atau data keuangan elektronik dimaksud merupakan alat pembayaran bukan tunai yang diatur dalam peraturan perundang-undangan atau ketentuan lain yang berlaku, yang lazim digunakan dalam transaksi pembayaran.
Adapun sistem kliring antar bank meliputi sistem kliring domestik dan lintas negara. Pengaturan sistem kliring lintas negara mencakup antara lain:
a.     penetapan persyaratan bagi Bank Indonesia atau Bank dalam keanggotaan pada sistem kliring yang bersifat regional atau internasional;
b.    pengaturan mengenai kesepakatan antara Bank Indonesia atau lembaga lain sebagai penyelenggara sistem pembayaran dengan Bank Sentral dan atau lembaga penyelenggara sistem pembayaran negara lain yang berkaitan dengan pelaksanaan kliring dan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank.
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara lain:
a.     jenis penyelenggaraan kliring yang dapat dilaksanakan oleh pihak lain;
b.    persyaratan dan bentuk hukum pihak lain yang dapat menyelenggarakan kliring;
c.     tata cara pemberian persetujuan terhadap pihak lain yang akan menyelenggarakan kliring.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Persetujuan Bank Indonesia kepada pihak lain dapat diberikan atas dasar permintaan atau permohonan pihak lain, atau dapat berupa penunjukan oleh Bank Indonesia. Persetujuan tersebut hanya diberikan apabila untuk daerah tertentu Bank Indonesia belum dapat menyelenggarakan kegiatan tersebut.
Ayat (3)
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara lain:
a.     persyaratan bagi pihak lain yang dapat menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank;
b.    tata cara pemberian persetujuan terhadap pihak lain yang akan menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank;
c.     mekanisme untuk meminimalkan risiko kegagalan pemenuhan kewajib-an Bank dalam penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank.
Pasal 19
Yang dimaksud dengan macam uang adalah jenis uang yang dikeluarkan Bank Indonesia, yaitu uang kertas dan uang logam. Uang kertas adalah uang dalam bentuk lembaran yang terbuat dari bahan kertas atau bahan lainnya. Uang logam adalah uang dalam bentuk koin yang terbuat dari aluminium, aluminium bronze, kupronikel dan bahan lainnya.
Harga uang adalah nilai nominal atau pecahan uang yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.
Ciri uang adalah tanda-tanda tertentu pada setiap uang yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, dengan tujuan untuk mengamankan uang tersebut dari upaya pemalsuan. Tanda-tanda tersebut dapat berupa warna, gambar, ukuran, berat dan tanda-tanda lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Pasal 20
Sebagai konsekuensi dari ketentuan pasal ini, Bank Indonesia memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk:
a.     melakukan penukaran uang dalam pecahan yang sama dan pecahan lainnya;
b.    melakukan penukaran uang yang cacat atau dianggap tidak layak untuk diedarkan;
c.     menukarkan uang yang rusak sebagian karena terbakar atau sebab lain dengan nilai yang sama atau lebih kecil dari nilai nominalnya yang bergantung pada tingkat kerusakannya.
Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan pemusnahan uang yang dianggap tidak layak untuk diedarkan kembali.
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Pengertian uang yang hilang atau musnah adalah uang yang karena suatu sebab, fisik dan atau tanda keasliannya telah hilang atau musnah. Namun, Bank Indonesia dapat memberikan penggantian atas uang yang karena suatu sebab telah rusak sebagian tetapi tanda keaslian uang tersebut masih dapat diketahui atau dikenali. Adapun besarnya penggantian atas uang yang rusak tersebut ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara lain:
a.     pengumuman mengenai uang yang akan ditarik dari peredaran;
b.    prosedur penukaran uang;
c.     tempat dan waktu penukaran uang yang ditarik dari peredaran.
Pasal 24
Dalam hal ini, pengaturan dan pengawasan Bank mengacu pada Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998.
Pasal 25
Ayat (1)
Ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian bertujuan untuk memberikan rambu-rambu bagi penyelenggaraan kegiatan usaha perbankan, guna mewujudkan sistem perbankan yang sehat.
Mengingat pentingnya tujuan mewujudkan sistem perbankan yang sehat, maka peraturan-peraturan di bidang perbankan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia harus didukung dengan sanksi-sanksi yang adil.
Pengaturan Bank berdasarkan prinsip kehati-hatian tersebut disesuaikan pula dengan standar yang berlaku secara internasional.
Ayat (2)
Pokok-pokok berbagai ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia antara lain memuat:
a.     perizinan Bank;
b.    kelembagaan Bank, termasuk kepengurusan dan kepemilikan;
c.     kegiatan usaha Bank pada umumnya;
d.    kegiatan usaha Bank berdasarkan Prinsip Syariah;
e.     merger, konsolidasi, dan akuisisi Bank;
f.     sistem informasi antarbank;
g.    tata cara pengawasan Bank;
h.     sistem pelaporan Bank kepada Bank Indonesia;
i.      penyehatan perbankan;
j.      pencabutan izin usaha, likuidasi, dan pembubaran bentuk hukum Bank;
k.     lembaga-lembaga pendukung sistem perbankan.
Pasal 26
Huruf a
Pemberian dan pencabutan izin usaha Bank dilakukan dengan keputusan Gubernur Bank Indonesia.
Huruf b
Pemberian izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor Bank dilakukan dengan keputusan Gubernur Bank Indonesia.
Dalam pengertian izin pembukaan kantor Bank termasuk pula persetujuan mengenai peningkatan status kantor Bank.
Huruf c
Pemberian persetujuan kepemilikan dan kepengurusan Bank dilakukan dengan keputusan Gubernur Bank Indonesia.
Huruf d
Dalam pengertian izin untuk melakukan kegiatan usaha tertentu termasuk izin untuk melakukan kegiatan usaha sebagai bank devisa, penitipan, melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, dan kegiatan-kegiatan usaha lain sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 27
Yang dimaksud dengan pengawasan langsung adalah dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan–tindakan perbaikan.
Yang dimaksud dengan pengawasan tidak langsung terutama dalam bentuk pengawasan dini melalui penelitian, analisis, dan evaluasi laporan Bank.
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Ketentuan ini diterapkan apabila perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, dan pihak terafiliasi tersebut mendapat fasilitas tertentu dari Bank atau dapat diduga mempunyai peran dalam kegiatan operasional Bank.
Pasal 29
Ayat (1)
Tujuan pemeriksaan terhadap Bank adalah untuk memperoleh kebenaran atas informasi kegiatan usaha Bank yang disampaikan kepada Bank Indonesia dan untuk mengetahui kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku. Pelaksanaan pemeriksaan Bank oleh Bank Indonesia meliputi antara lain buku-buku, berkas-berkas, warkat, catatan, dokumen dan data elektronis, termasuk salinan-salinannya.
Ayat (2)
Pemeriksaan terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi, dan debitur Bank dilakukan secara selektif dan dimaksudkan agar Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan secara menyeluruh.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan keterangan dan data termasuk data elektronis dan penjelasan yang berkaitan dengan tujuan pemeriksaan.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Hal-hal lain yang diperlukan antara lain adalah penyediaan ruang kerja dan salinan dokumen yang diperlukan dalam pemeriksaan.
Pasal 30
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pihak lain pada ayat ini adalah pihak-pihak yang oleh Bank Indonesia dinilai memiliki kemampuan untuk melaksanakan pemeriksaan, misalnya Akuntan Publik. Pemeriksaan oleh pihak lain dapat dilakukan sendiri atau bersama-sama dengan pemeriksa dari Bank Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia meliputi antara lain:
a.     kriteria tentang pihak yang ditugasi sebagai pemeriksa;
b.    kode etik pemeriksa Bank;
c.     sanksi yang dikenakan bagi pihak lain yang melakukan pelanggaran dalam melaksanakan pemeriksaan.
Pasal 31
Ayat (1)
Yang termasuk dalam transaksi tertentu antara lain adalah transaksi dalam jumlah besar yang diduga berasal dari kegiatan yang melanggar hukum.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1)
Sistem informasi antarbank dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha Bank. Informasi antar bank tersebut antara lain berupa:
a.     informasi Bank, untuk mengetahui keadaan dan status Bank;
b.    informasi kredit, untuk mengetahui status dan keadaan debitur Bank guna mencegah penyimpangan pengelolaan perkreditan;
c.     informasi pasar uang, untuk mengetahui tingkat suku bunga dan kondisi likuiditas pasar.
Ayat (2)
Perluasan sistem informasi kepada lembaga lain di bidang keuangan diperlukan karena adanya keterkaitan antara kegiatan usaha Bank dan lembaga tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Lembaga pengawasan jasa keuangan yang akan dibentuk melakukan pengawasan terhadap Bank dan perusahaan-perusahaan sektor jasa keuangan lainnya yang meliputi asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.
Lembaga ini bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada diluar pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Dalam melaksanakan tugasnya, lembaga ini (supervisory board) melakukan koordinasi dan kerjasama dengan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang akan diatur dalam Undang-undang pembentukan lembaga pengawasan dimaksud.
Lembaga pengawasan ini dapat mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengawasan Bank dengan koordinasi dengan Bank Indonesia dan meminta penjelasan dari Bank Indonesia keterangan dan data makro yang diperlukan.
Adapun tugas mengatur akan tetap dilakukan oleh Bank Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam hal Gubernur berhalangan, tugas Gubernur diserahkan kepada Deputi Gubernur Senior dengan berita acara serah terima.
Ayat (3)
Yang dimaksud berhalangan adalah apabila Gubernur:
a. menjalani masa cuti;
b. menderita sakit dan harus beristirahat minimal 6 (enam) hari kerja berturut-turut;
c. melakukan perjalanan dinas ke daerah atau ke luar negeri untuk jangka waktu minimal 6 (enam) hari kerja;
d. diberhentikan sementara karena menjalani pemeriksaan dalam perkara tindak pidana.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan Deputi Gubernur yang paling lama masa jabatannya adalah Deputi Gubernur yang menduduki urutan pertama dari seluruh Deputi Gubernur yang ada berdasarkan surat pengangkatan yang bersangkutan sebagai Deputi Gubernur.
Pasal 38
Ayat (1)
Dalam rangka pelaksanaan tugasnya, Dewan Gubernur dapat menetapkan organisasi berikut perangkatnya.
Ayat (2)
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Dewan Gubernur memuat antara lain:
a. pembagian tugas anggota Dewan Gubernur;
b. pendelegasian wewenang;
c. kode etik Dewan Gubernur.
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pihak lain adalah badan atau orang di luar Bank Indonesia yang memiliki kapasitas tertentu yang menyediakan jasanya untuk mewakili Gubernur antara lain dalam berperkara di muka pengadilan.
Hal-hal yang dapat didelegasikan adalah tugas Bank Indonesia yang pelaksanaannya menjadi tanggung jawab Dewan Gubernur, tetapi sifat dari tugas tersebut dapat dilaksanakan oleh pejabat Bank Indonesia atau badan lain, misalnya saksi ahli, penyediaan atau pengedaran uang kecil di daerah yang tidak terdapat kantor Bank Indonesia.
Pemberian kuasa kepada pihak lain yang mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas yang dikuasakan tersebut pada umumnya dilakukan secara langsung.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan hak substitusi adalah hak dari penerima kuasa untuk menunjuk seseorang atau lebih untuk menggantikannya dalam melaksanakan tugas pemberi kuasa tanpa menghilangkan haknya sebagai penerima kuasa.
Pasal 40
Huruf a
Yang dimaksud dengan warga negara Indonesia adalah orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dinyatakan sebagai warga negara Indonesia.
Huruf b
Yang dimaksud dengan memiliki akhlak dan moral yang tinggi adalah seseorang yang dapat dipercaya baik dalam ucapan maupun tindakannya. Yang bersangkutan senantiasa melaksanakan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara adil serta tidak melakukan perbuatan yang tidak terpuji baik dalam pelaksanaan tugas maupun dalam kehidupannya sehari-hari.
Huruf c
Yang dimaksud dengan memiliki keahlian adalah seseorang yang menguasai suatu bidang keahlian berdasarkan latar belakang pendidikan, keilmuan, dan pengalaman yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan tugas yang bersangkutan.
Yang dimaksud dengan memiliki pengalaman adalah latar belakang perjalanan karir yang bersangkutan dalam salah satu bidang ekonomi, keuangan, perbankan, atau hukum khususnya yang berkaitan dengan tugas-tugas Bank Sentral.
Pasal 41
Ayat (1)
Untuk setiap jabatan Gubernur dan atau Deputi Gubernur Senior, Presiden menyampaikan paling kurang 3 (tiga) atau paling banyak 5 (lima) nama calon kepada Dewan Perwakilan Rakyat selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Gubernur dan atau Deputi Gubernur Senior. Usul Presiden tersebut dilakukan dengan memperhatikan pula aspirasi masyarakat.
Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui salah satu atau menolak seluruh calon Gubernur atau Deputi Gubernur Senior selambat-lambatnya 3 (tiga) minggu sejak usul diterima.
Dalam rangka pemberian persetujuan tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat dapat meminta calon Gubernur atau calon Deputi Gubernur Senior untuk melakukan presentasi dalam sidang Dewan Perwakilan Rakyat menyangkut visi, pengalaman, keahlian atau kemampuan, serta hal-hal yang berkaitan dengan moral dan akhlak calon Gubernur atau calon Deputi Gubernur Senior.
Calon yang telah memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat ditetapkan dan diangkat menjadi Gubernur dan atau Deputi Gubernur Senior oleh Presiden sebagai kepala negara dengan keputusan Presiden.
Ayat (2)
Gubernur menyampaikan paling banyak 3 (tiga) nama calon untuk setiap jabatan Deputi Gubernur kepada Dewan Perwakilan Rakyat selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum masa jabatan Deputi Gubernur berakhir.
Calon Deputi Gubernur yang diusulkan oleh Gubernur berasal dari pejabat Bank Indonesia yang memenuhi syarat menurut Undang-undang ini.
Tata cara persetujuan dan pengangkatan untuk calon Gubernur dan atau Deputi Gubernur Senior sebagaimana terdapat dalam Penjelasan ayat (1) alinea 2, 3, dan 4 berlaku juga untuk Deputi Gubernur.
Ayat (3)
Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat menolak calon Gubernur atau Deputi Gubernur Senior yang diusulkan, Presiden mengajukan paling kurang 3 (tiga) atau paling banyak 5 (lima) calon baru Gubernur atau Deputi Gubernur Senior selambat-lambatnya 2 (dua) minggu sejak tanggal tanda terima surat penolakan Dewan Perwakilan Rakyat.
Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat menolak calon Deputi Gubernur yang diusulkan, Gubernur mengajukan paling banyak 3 (tiga) calon baru Deputi Gubernur selambat-lambatnya 2 (dua) minggu sejak tanggal tanda terima surat penolakan Dewan Perwakilan Rakyat.
Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan salah satu calon yang diusulkan atau menolak seluruh calon selambat-lambatnya 3 (tiga) minggu sejak usul kedua diterima Dewan Perwakilan Rakyat
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan mengangkat untuk jabatan yang lebih tinggi adalah apabila Deputi Gubernur Senior atau Deputi Gubernur diangkat menjadi Gubernur, atau Deputi Gubernur diangkat menjadi Deputi Gubernur Senior.
Periode masa jabatan Deputi Gubernur Senior atau Deputi Gubernur sebelum diangkat ke jabatan yang lebih tinggi tersebut tidak diperhitungkan dalam periode masa jabatan baru.
Pengangkatan calon yang telah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat menjadi anggota Dewan Gubernur dilakukan oleh Presiden selambat-lambatnya 2 (dua) minggu sebelum berakhirnya masa jabatan anggota Dewan Gubernur yang akan digantikan.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Penggantian anggota Dewan Gubernur yang dilakukan secara berkala dimaksudkan untuk menjamin kesinambungan kepemimpinan dan pelaksanaan tugas pengelolaan Bank Indonesia
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 43
Ayat (1) huruf a dan huruf b
Rapat Dewan Gubernur adalah forum pengambilan keputusan tertinggi dalam menetapkan kebijakan-kebijakan Bank Indonesia yang bersifat prinsipil dan strategis, misalnya kebijakan umum di bidang moneter.
Pengertian prinsipil dan strategis adalah kebijakan-kebijakan Bank Indonesia yang mempunyai dampak luas baik ke dalam maupun ke luar Bank Indonesia. Adapun kebijakan lain yang bersifat strategis dan prinsipil termasuk antara lain kebijakan di bidang pengaturan dan pemeliharaan kelancaran sistem pembayaran serta pengaturan dan pengawasan Bank.
Untuk hal-hal lain tidak perlu dibahas dalam rapat Dewan Gubernur, tetapi cukup ditetapkan dalam rapat bidang yang dipimpin oleh tiap-tiap Deputi Gubernur sesuai dengan kewenangannya atau rapat antar bidang terbatas yang dapat dihadiri anggota Dewan Gubernur yang terkait, dengan catatan keputusan tersebut dilaporkan kepada rapat Dewan Gubernur mingguan untuk diketahui.
Ayat (2)
Penyelenggaraan rapat Dewan Gubernur dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi komunikasi misalnya melalui konferensi jarak jauh (teleconference). Hal ini memungkinkan anggota Dewan Gubernur dapat mengikuti rapat Dewan Gubernur tanpa selalu harus hadir secara fisik dalam ruang rapat yang sama.
Ayat (3)
Pengertian Gubernur pada ayat ini termasuk Deputi Gubernur Senior atau Deputi Gubernur yang bertindak sebagai pemimpin rapat menggantikan Gubernur yang karena sesuatu hal berhalangan hadir.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan keadaan darurat adalah situasi dan kondisi kritis yang apabila tidak diambil tindakan tertentu dapat berdampak negatif baik bagi Bank Indonesia maupun terhadap pelaksanaan tugas yang diberikan kepada Bank Indonesia berdasarkan Undang-undang ini.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 44
Ayat (1)
Termasuk dalam pengertian pengangkatan adalah melakukan penempatan dan mutasi baik diikuti dengan maupun tanpa promosi.
Ayat (2)
Dalam menetapkan peraturan kepegawaian Bank Indonesia, Dewan Gubernur memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berkaitan dengan hal tersebut sepanjang tidak mengurangi independensi Bank Indonesia.
Ayat (3)
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Dewan Gubernur memuat antara lain:
a. pengangkatan dan pemberhentian pegawai;
b. peraturan kepegawaian;
c. sistem penggajian, penghargaan, pensiun dan tunjangan hari tua serta penghasilan lainnya.
Pasal 45
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum atas tanggung jawab pribadi bagi anggota Dewan Gubernur dan atau pejabat Bank Indonesia yang dengan itikad baik berdasarkan kewenangannya telah mengambil keputusan yang sulit tetapi sangat diperlukan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.
Pengambilan keputusan dapat dianggap telah memenuhi itikad baik apabila:
a.     dilakukan dengan maksud tidak mencari keuntungan bagi diri sendiri, keluarga, kelompoknya sendiri, dan atau tindakan-tindakan lain yang berindikasikan korupsi, kolusi dan nepotisme;
b.    dilakukan berdasarkan analisis yang mendalam dan berdampak positif;
c.     diikuti dengan rencana tindakan preventif apabila keputusan yang diambil ternyata tidak tepat;
d.    dilengkapi dengan sistem pemantauan.
Yang dimaksud dengan pejabat Bank Indonesia adalah pegawai Bank Indonesia yang berdasarkan keputusan Dewan Gubernur diangkat untuk jabatan tertentu dan diberi hak mengambil keputusan sesuai dengan batas wewenangnya.
Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 47
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan mempunyai kepentingan langsung pada suatu perusahaan adalah apabila yang bersangkutan duduk sebagai pengurus dalam suatu perusahaan atau menjalankan sendiri usaha perdagangan barang atau jasa.
Yang dimaksud dengan mempunyai kepentingan tidak langsung adalah apabila yang bersangkutan memiliki kepentingan melalui kepemilikan saham suatu perusahaan di atas 25% (dua puluh lima per seratus).
Huruf b
Mengingat anggota Dewan Gubernur memiliki tugas yang sangat strategis di bidang moneter, sistem pembayaran, dan pengaturan dan pengawasan bank sudah sewajarnya apabila anggota Dewan Gubernur lebih profesional dan loyal terhadap pelaksanaan tugasnya.
Namun, berdasarkan keterkaitan tugas dan jabatannya anggota Dewan Gubernur secara ex-officio dapat merangkap jabatan pada lembaga-lembaga tertentu, antara lain pada International Monetary Fund (IMF), World Bank dan Institut Bankir Indonesia.
Huruf c
Larangan dalam ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk menghilangkan hak politik yang bersangkutan dalam memilih atau dipilih dalam pemilihan umum.
Ayat (2)
Dalam hal Deputi Gubernur Senior dan atau Deputi Gubernur yang diketahui telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pada ayat (1) tidak bersedia mengundurkan diri, Gubernur mengajukan usul kepada Presiden untuk meminta yang bersangkutan mengundurkan diri. Apabila yang melakukan pelanggaran adalah Gubernur, Presiden meminta yang bersangkutan untuk mengundurkan diri.
Pasal 48
Pengunduran diri sebagaimana disebut dalam pasal ini adalah diajukan secara sukarela oleh yang bersangkutan atau disebabkan oleh ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2) atau Pasal 47 ayat (2).
Pemberhentian karena melakukan tindak pidana kejahatan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini harus dibuktikan dengan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Yang dimaksud dengan berhalangan tetap adalah meninggal dunia, mengalami cacat fisik dan atau cacat mental yang tidak memungkinkan yang bersangkutan untuk melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik atau kehilangan kewarganegaraan Indonesia.
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Ayat (1)
Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan atau Deputi Gubernur yang diangkat untuk mengisi kekosongan jabatan dimaksud dapat diangkat kembali sebanyak-banyaknya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan berhalangan adalah apabila Gubernur dan atau Deputi Gubernur Senior:
a. menjalani masa cuti tahunan;
b. menderita sakit dan harus beristirahat minimal 6 (enam) hari kerja berturut-turut;
c. melakukan perjalanan dinas ke daerah atau ke luar negeri untuk jangka waktu minimal 6 (enam) hari kerja;
d. diberhentikan sementara karena menjalani pemeriksaan dalam perkara tindak pidana kejahatan sebagai tersangka/terdakwa.
Yang dimaksud dengan Deputi Gubernur yang paling lama masa jabatannya adalah Deputi Gubernur yang menduduki urutan pertama dari seluruh Deputi Gubernur yang ada berdasarkan surat pengangkatan yang bersangkutan sebagai Deputi Gubernur.
Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 52
Sebagai pemegang kas Pemerintah, Bank Indonesia menatausahakan rekening Pemerintah.
Pasal 53
Penerimaan pinjaman luar negeri untuk kepentingan Pemerintah hanya dilakukan oleh Bank Indonesia atas permintaan Pemerintah. Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama Pemerintah berdasarkan Undang-undang ini.
Yang dimaksud dengan menyelesaikan kewajiban Pemerintah terhadap luar negeri adalah Bank Indonesia melakukan pembayaran kewajiban Pemerintah atas beban rekening Pemerintah pada Bank Indonesia berdasarkan ketentuan yang telah disepakati antara Pemerintah dan pemberi pinjaman.
Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 55
Ayat (1)
Konsultasi ini diperlukan agar penerbitan surat utang negara tepat waktu dan tidak berakibat negatif terhadap kebijakan moneter sehingga pelaksanaan penjualan surat utang tersebut dapat dilakukan dengan persyaratan yang dapat diterima pasar serta menguntungkan Pemerintah.
Ayat (2)
Pelaksanaan konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan dengan komisi yang membidangi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Ayat (3)
Apabila penerimaan negara dari pajak, laba perusahaan negara, dan sebagainya tidak cukup untuk membiayai pengeluaran negara seluruhnya, kekurangan tersebut di atas ditutup dengan dana yang berasal dari masyarakat, baik berupa pinjaman dalam negeri maupun masyarakat luar negeri dengan menerbitkan surat-surat utang negara.
Pembelian surat-surat utang negara oleh Bank Indonesia hanya dapat dilakukan secara tidak langsung atau di pasar sekunder.
Ayat (4)
Dalam hal Bank Indonesia membeli surat-surat utang negara di pasar sekunder semata-mata untuk tujuan pelaksanaan kebijakan moneter.
Ayat (5)
Pembatalan demi hukum dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan atau masyarakat kepada Mahkamah Agung.
Pasal 56
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pembatalan demi hukum dalam ayat ini dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan atau masyarakat kepada Mahkamah Agung.
Pasal 57
Ayat (1)
Kerja sama Bank Indonesia dengan lembaga-lembaga internasional termasuk multilateral dilakukan dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
Kerja sama tersebut misalnya di bidang:
a. intervensi bersama untuk kestabilan pasar valuta asing;
b. penyelesaian transaksi lintas negara;
c. hubungan koresponden;
d. tukar menukar informasi mengenai hal-hal yang terkait dengan tugas-tugas Bank Sentral, termasuk dalam melakukan pengawasan Bank;
e. pelatihan/penelitian seperti masalah moneter dan sistem pembayaran.
Ayat (2)
Keanggotaan Bank Indonesia pada lembaga multilateral dimaksud dilakukan berdasarkan kuasa Presiden sebagai kepala negara.
Pasal 58
Ayat (1)
Penyampaian informasi kepada masyarakat dimaksudkan agar masyarakat ikut serta memantau/mengawasi Bank Indonesia dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakannya karena masyarakat mempunyai hak untuk melakukan kontrol agar Bank Indonesia dapat menjadi lembaga yang dapat dipercaya dan berwibawa.
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Penyampaian informasi kepada Presiden bersifat informatif, sedangkan penyampaian informasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat dimaksudkan agar lembaga tinggi negara tersebut dapat mengawasi Bank Indonesia dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakannya.
Ayat (3)
Dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Bank Indonesia menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan tugas dan wewenangnya secara tertulis.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 59
Pemeriksaan khusus atas permintaan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap Bank Indonesia dimaksudkan untuk mengetahui lebih dalam mengenai suatu permasalahan atau suatu kegiatan tertentu yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan dan pelaksanaan anggaran oleh Bank Indonesia.
Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penyampaian anggaran tahunan Bank Indonesia yang telah ditetapkan Dewan Gubernur dan evaluasi pelaksanaan anggaran tahun yang lalu kepada Dewan Perwakilan Rakyat dimaksudkan untuk dapat memantau pengelolaan kewenangan Bank Indonesia dalam anggaran, sedangkan untuk Pemerintah dimaksudkan sebagai bahan informasi berkaitan dengan surplus atau defisit anggaran Bank Indonesia.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 61
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan laporan keuangan tahunan Bank Indonesia adalah neraca dan laporan penerimaan dan pengeluaran beserta lampiran-lampirannya.
Selisih lebih dari perhitungan antara penerimaan dan pengeluaran selama satu tahun anggaran merupakan surplus yang dapat digunakan untuk Cadangan Umum dan Cadangan Tujuan.
Dalam hal penerimaan lebih kecil daripada pengeluaran, Bank Indonesia mengalami defisit yang dapat ditutup dari Cadangan Umum dan modal.
Ayat (2)
Badan Pemeriksa Keuangan dalam melakukan tugasnya memeriksa laporan keuangan Bank Indonesia dapat menggunakan jasa kantor akuntan publik yang memiliki reputasi internasional.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Laporan keuangan tahunan Bank Indonesia yang diumumkan kepada publik adalah laporan keuangan singkat yang terdiri atas neraca singkat dan laporan pokok-pokok penerimaan dan pengeluaran yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Pasal 62
Ayat (1)
Cadangan Umum dipergunakan untuk menambah modal atau menutup defisit Bank Indonesia, sedangkan Cadangan Tujuan dipergunakan antara lain untuk biaya penggantian dan atau pembaruan harta tetap, pengadaan perlengkapan yang diperlukan, dan pengembangan organisasi dan sumber daya manusia dalam melaksanakan tugas dan wewenang Bank Indonesia, serta penyertaan yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64.
Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, pembagian surplus Bank Indonesia untuk Cadangan Tujuan ditetapkan sebesar 20% (dua puluh per seratus) yang digunakan untuk biaya penggantian/pembaruan aktiva tetap dan perlengkapan yang diperlakukan dalam melaksanakan tugas dan usaha Bank Indonesia.
Dalam Undang-undang ini, Cadangan Tujuan digunakan untuk biaya penggantian dan atau pembaruan harta tetap, pengadaan perlengkapan yang diperlukan, pengembangan sumber daya manusia dan organisasi dalam melaksanakan tugas dan wewenang Bank Indonesia serta penyertaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64.
Pembagian surplus Bank Indonesia untuk Cadangan Tujuan dalam Undang-undang ini ditingkatkan menjadi 30% (tiga puluh per seratus), mengingat tantangan yang dihadapi Bank Indonesia antara lain perlunya peningkatan kualitas sumber daya manusia yang berkesinambungan serta perlunya peningkatan kualitas teknologi informasi.
Ayat (2)
Dalam hal modal termasuk Cadangan Umum telah mencapai 10% (sepuluh per seratus) dari kewajiban moneter, sisa surplus yang merupakan bagian Pemerintah terlebih dahulu harus digunakan untuk membayar kewajiban Pemerintah kepada Bank Indonesia.
Ayat (3)
Kewajiban Pemerintah menutup kekurangan modal minimum Bank Indonesia dapat dilakukan dengan cara penerbitan surat utang negara yang dapat diperjualbelikan selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) bulan sejak laporan keuangan Bank Indonesia dipublikasikan.
Besar maksimum yang harus disetor oleh Pemerintah adalah selisih kurang dari Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah) dengan jumlah modal yang tersedia dalam laporan keuangan tersebut di atas.
Ayat (4)
Ketentuan ayat ini dimaksudkan agar pemenuhan kecukupan modal Bank Indonesia sebesar 10 % (sepuluh per seratus) dari kewajiban moneter dapat segera tercapai. Dalam hal modal Bank Indonesia sudah mencapai 10% (sepuluh per seratus) dari kewajiban moneter, sebagian besar dari surplus yang diperoleh Bank Indonesia diserahkan kepada negara melalui Pemerintah.
Pasal 63
Pengumuman neraca singkat mingguan dalam Berita Negara Republik Indonesia dimaksudkan sebagai publikasi resmi dalam rangka penyebarluasan neraca singkat tersebut kepada masyarakat.
Pasal 64
Ayat (1)
Ketentuan ayat ini dimaksudkan untuk memberikan pembatasan terhadap penyertaan modal oleh Bank Indonesia dalam badan hukum atau badan lain tertentu.
Yang dimaksud dengan badan hukum atau badan lainnya yang sangat diperlukan dalam melaksanakan tugas Bank Indonesia adalah antara lain lembaga kliring, badan pemeringkat, dan lembaga penjamin simpanan.
Penyertaan di luar badan hukum atau badan lain yang sangat diperlukan tersebut hanya dapat dilakukan apabila telah diperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas

Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Yang dimaksud dengan badan dalam ketentuan ini adalah semua badan, misalnya badan hukum, persekutuan perdata, yayasan, asosiasi atau badan-badan lain yang ditetapkan sebagai responden dalam suatu survei.
Pasal 70
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 71
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan rahasia pada ayat ini adalah rahasia jabatan.
Yang dimaksud dengan pihak lain yang melakukan tugas tertentu adalah pihak lain yang ditunjuk atau disetujui oleh Bank Indonesia untuk melaksanakan tugas-tugas sebagaimana dimaksud antara lain dalam Pasal 14 ayat (2), Pasal 17 ayat (1), Pasal 18 ayat (2), Pasal 30 ayat (1), Pasal 32 ayat (3), dan Pasal 39 ayat (3).
Yang dimaksud dengan secara melawan hukum adalah apabila seseorang atau badan yang dengan sengaja melakukan sesuatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Dewan Gubernur memuat antara lain:
a.     jenis keterangan dan data lainnya yang dikategorikan rahasia, antara lain keterangan dan data individual yang diperoleh melalui survei dan data individual Bank peserta kliring;
b.    perlakuan terhadap keterangan dan data lainnya yang bersifat rahasia;
c.     prosedur pengungkapan keterangan dan data lainnya yang bersifat rahasia;
d.    pejabat yang berwenang mengungkapkan keterangan dan data lainnya yang bersifat rahasia.
Pasal 72
Ayat (1)
Kewenangan Dewan Gubernur untuk menetapkan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam pasal ini berlaku terhadap pelanggaran atas ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaan dari Undang-undang ini, yaitu Peraturan Bank Indonesia dan Peraturan Dewan Gubernur.
Yang dimaksud dengan pihak lain adalah orang atau badan yang diatur dalam Undang-undang ini antara lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), Pasal 9 ayat (1), Pasal 14 ayat (3), Pasal 17 ayat (1), Pasal 18 ayat (2), Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 29 ayat (3), Pasal 30 ayat (1), Pasal 32 ayat (3), Pasal 39 ayat (3) dan pihak-pihak yang ditunjuk dalam ketentuan pelaksanaan Undang-undang ini.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan denda adalah kewajiban untuk membayar uang dalam jumlah tertentu sebagai akibat tidak dipenuhinya ketentuan dalam Undang-undang ini.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Pencabutan atau pembatalan izin usaha terhadap badan usaha dilakukan oleh instansi yang berwenang berdasarkan permintaan Bank Indonesia.
Yang dimaksud dengan badan usaha adalah badan usaha yang ditunjuk atau disetujui oleh Bank Indonesia untuk melaksanakan tugas-tugas Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), Pasal 17 ayat (1), Pasal 18 ayat (2), Pasal 30 ayat (1), Pasal 32 ayat (3), Pasal 39 ayat (3) dan badan usaha lain yang ditunjuk dalam ketentuan pelaksanaan Undang-undang ini.
Huruf d
Sanksi disiplin hanya dikenakan terhadap pegawai Bank Indonesia berdasarkan peraturan disiplin kepegawaian yang ditetapkan dengan Peraturan Dewan Gubernur.
Ayat (3)
Pengaturan lebih lanjut sanksi administratif yang dikenakan terhadap pihak lain di luar pegawai Bank Indonesia ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia, sedangkan sanksi administratif yang dikenakan terhadap pegawai Bank Indonesia ditetapkan dengan Peraturan Dewan Gubernur.
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara lain:
a.     jenis-jenis pelanggaran yang dapat dikenakan sanksi administratif;
b.    besarnya sanksi administratif yang berupa denda;
c.     tata cara pengenaan sanksi administratif.
Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Dewan Gubernur memuat antara lain:
a.     jenis-jenis pelanggaran yang dapat dikenakan sanksi administratif;
b.    jenis-jenis sanksi disiplin pegawai;
c.     tata cara pengenaan sanksi disiplin kepegawaian.
Pasal 73
Pengalihan aktiva dan pasiva Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal ini dilaksanakan terhitung sejak berlakunya Undang-undang ini.
Pasal 74
Ayat (1)
Dengan berlakunya Undang-undang ini, Bank Indonesia tidak dapat lagi memberikan kredit likuiditas dalam rangka kredit program.
Badan Usaha Milik Negara yang ditunjuk oleh Pemerintah adalah Badan Usaha Milik Negara yang kondisi keuangannya sehat.
Pengalihan kredit sebagaimana dimaksud dalam ayat ini termasuk pula pengalihan pinjaman penerusan yang dananya berasal dari luar negeri dan bantuan teknis dalam rangka penyaluran kredit program.
Mengingat pinjaman penerusan dan bantuan teknis tersebut melibatkan lembaga/pihak lain di luar Bank Indonesia, batas waktu pengalihannya kepada Badan Usaha Milik Negara ditentukan berdasarkan kesepakatan para pihak yang terkait.
Tugas dan wewenang Badan Usaha Milik Negara yang ditunjuk oleh Pemerintah antara lain adalah:
a. melakukan pembayaran kewajiban kepada Bank Indonesia;
b. melakukan penyaluran dan administrasi kredit program;
c. mencari sumber-sumber pendanaan untuk kelanjutan pelaksanaan kredit program.
Ayat (2)
Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) dalam rangka kredit program meliputi berbagai jenis (skim) yang masing-masing memiliki persyaratan tersendiri baik jangka waktu maupun suku bunganya. Dengan demikian, yang dimaksud dengan jangka waktu KLBI tersebut adalah jangka waktu KLBI untuk masing-masing skim yang bersangkutan.
Selama KLBI tersebut belum dibayar kembali kepada Bank Indonesia, Bank yang bersangkutan membayar pokok dan bunga sesuai dengan perjanjian kepada Badan Usaha Milik Negara .
Badan Usaha Milik Negara membayar pokok dan bunga KLBI yang terutang kepada Bank Indonesia pada waktu berakhirnya jangka waktu KLBI untuk tiap-tiap skim.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan subsidi bunga dalam ayat ini adalah selisih antara suku bunga pasar dan suku bunga KLBI.
Pasal 75
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 76
Ayat (1)
Adanya pengecualian untuk keperluan pembiayaan restrukturisasi perbankan pada ayat ini dimaksudkan untuk meringankan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang pada dasarnya adalah untuk meringankan beban rakyat.
Ayat (2)
Perpanjangan jangka waktu surat-surat utang negara diperlukan oleh Pemerintah apabila kondisi keuangan negara tidak memungkinkan untuk menyelesaikan kewajiban kepada Bank Indonesia tersebut.
Tagihan atas surat-surat utang negara yang telah dibeli secara langsung oleh Bank Indonesia adalah dalam rangka:
a.     pelaksanaan kredit program;
b.    pembayaran berbagai kewajiban dalam rangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
c.     program jaminan Pemerintah terhadap kewajiban pembayaran Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat;
d.    rekapitalisasi perbankan.
Berkaitan dengan keempat butir di atas, huruf c dan huruf d adalah program restrukturisasi perbankan dengan bagian yang terbesar merupakan kewajiban pembayaran Bank Pemerintah.
Penyelesaian tagihan atas surat-surat utang negara yang dibeli oleh Bank Indonesia tersebut seharusnya diselesaikan sebelum jatuh tempo surat utang dimaksud. Penyelesaian ini hanya dapat dicapai apabila:
a.     instansi terkait seperti Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Departemen Keuangan, dan sebagainya dapat melakukan pengamanan uang masyarakat (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) secara optimal atau meminimumkan beban rakyat;
b.    keberhasilan dalam memulihkan kondisi perekonomian nasional.
Dalam hal huruf a dan huruf b terpenuhi, tidak diperlukan pengaturan mengenai perpanjangan jatuh tempo. Namun untuk berjaga-jaga, dalam hal terjadi kondisi yang tidak diharapkan, diperlukan landasan hukum untuk mencari jalan keluar yang memungkinkan melakukan perpanjangan jatuh tempo.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan hari pada ayat ini adalah hari kalender.
Pasal 77
Cukup jelas
Pasal 78
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 79
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3843

Tidak ada komentar:

Posting Komentar