UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA
Nomor: 2 TAHUN 1992
Tentang:
USAHA PERASURANSIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN
YANG MAHA ESA
Presiden
Republik Indonesia,
Menimbang:
a.
bahwa
untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, pembangunan di segala bidang perlu dilaksanakan
secara berkesinambungan;
b.
bahwa
dalam pelaksanaan pembangunan dapat terjadi berbagai ragam dan jenis risiko
yang perlu ditanggulangi oleh masyarakat;
c.
bahwa
usaha perasuransian yang sehat merupakan salah satu upaya untuk menanggulangi
risiko yang dihadapi anggota masyarakat dan sekaligus merupakan salah satu lembaga
penghimpun dana masyarakat, sehingga memiliki kedudukan strategis dalam
pembangunan dan kehidupan perekonomian, dalam upaya memajukan kesejahteraan
umum;
d.
bahwa
dalam rangka meningkatkan peranan usaha perasuransian dalam pembangunan, perlu
diberikan kesempatan yang lebih luas bagi pihak-pihak yang ingin berusaha di
bidang perasuransian, dengan tidak mengabaikan prinsip usaha yang sehat dan
bertanggung jawab, yang sekaligus dapat mendorong kegiatan perekonomian pada
umumnya;
e.
bahwa
sehubungan dengan hal-hal tersebut dipandang perlu untuk menetapkan
Undang-undang tentang Usaha Perasuransian;
Mengingat:
1.
Pasal
5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
2.
Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23);
3.
Kitab
Undang-undang Hukum Dagang (Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23) sebagaimana telah
beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1971 tentang
Perubahan dan Penambahan atas Ketentuan Pasal 54 Kitab Undang-undang Hukum
Dagang (Lembaran Negara Tahun 1971 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2959);
4.
Undang-undang
Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Per- koperasian(Lembaran Negara Tahun
1967 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2832);
5.
Undang-undang
Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-bentuk Usaha Negara (Lembaran
Negara Tahun 1969 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2890) Menjadi
Undang-undang (Lembaran NegaraTahun 1969 Nomor 40,Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2904);
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG
USAHA PERASURANSIAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan
1.
Asuransi
atau Pertanggungan adalah perjaniian antara dua pihak atau lebih, dengan mana
pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi
asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari
suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang
didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
2.
Obyek
Asuransi adalah benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung
jawab hukum, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi,
dan atau berkurang nilainya.
3.
Program
Asuransi Sosial adalah program asuransi yang diselenggarakan secara wajib
berdasarkan suatu Undang-undang, dengan tujuan untuk memberikan perlindungan
dasar bagi kesejahteraan masyarakat.
4.
Perusahaan
Perasuransian adalah Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan Asuransi Jiwa,
Perusahaan Reasuransi, Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang
Reasuransi, Agen Asuransi, Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi dan Perusahaan
Konsultan Akturia,
5.
Perusahaan
Asuransi Kerugian adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam penanggulangan
risiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.
6.
Perusahaan
Asuransi Jiwa adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam penanggulangan
risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan.
7.
Perusahaan
Reasuransi adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang
terhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian dan atau
Perusahaan Asuransi Jiwa.
8.
Perusahaan
Pialang Asuransi adalah perusahaan yang memberikan jasa keperantaraan dalam
penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi Asuransi dengan
bertindak untuk kepentingan tertanggung.
9.
Perusahaan
Pialang Reasuransi adalah perusahaan yang memberikan jasa keperantaraan dalam
penempatan reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi reasuransi dengan
bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi.
10.
Agen
Asuransi adalah sescorang atau badan hukum yang kegiatannya memberikan jasa
dalam memasarkan jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung.
11.
Perusahaan
Penilai Kerugian Asuransi adalah perusahaan yang memberikan jasa penilaian
terhadap kerugian pada obyek asuransi yang dipertanggungkan.
12.
Perusahaan
Konsultan Akturia adalah perusahaan yang memberikan jasa akturia kepada
perusahaan asuransi dan dana pensiun dalam rangka pembentukan dan pengelolaan
suatu program asuransi dan atau program pensiun.
13.
Afiliasi
adalah hubungan antara seseorang atau badan hukum dengan satu orang atau lebih,
atau badan hukum lain, sedemikian rupa sehingga salah satu dari mereka dapat
mempengaruhi pengelolaan atau kebijaksanaan orang yang lain atau badan hukum
yang lain, atau sebaliknya dengan memanfaatkan adanya kebersamaan kepemilikan
saham atau kebersamaan pengelolaan perusahaan. 14. Menteri adalah Menteri
Keuangan Republik Indonesia.
BAB II
BIDANG USAHA
PERASURANSIAN
Pasal 2
Usaha perasuransian merupakan kegiatan usaha
yang bergerak di bidang:
a.
Usaha
asuransi, yaitu usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat
melalui pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada anggota
masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena
suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya
seseorang.
b.
Usaha
penunjang usaha asuransi, yang menyelenggarakan jasa keperantaraan, penilaian
kerugian asuransi dan jasa akturia.
BAB III
JENIS USAHA
PERASURANSIAN
Pasal 3
Jenis usaha perasuransian meliputi:
a.
Usaha
asuransi terdiri dari:
1.
Usaha
asuransi kerugian yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas
kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga,
yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti;
2.
Usaha
asuransi jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan
dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan.
3.
Usaha
reasuransi yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang
dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian dan atau Perusahaan Asuransi Jiwa.
b.
Usaha
penunjang usaha asuransi terdiri dari:
1.
Usaha
pialang asuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan asuransi
dan penanganan penyelesaian ganti rugi asuransi dengan bertindak untuk
kepentingan tertanggung;
2.
Usaha
pialang reasuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam penempatan
reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi reasuransi dengan bertindak
untuk kepentingan perusahaan asuransi;
3.
Usaha
penilai kerugian asuransi yang memberikan jasa penilaian terhadap kerugian pada
obyek asuransi yang dipertanggungkan;
4.
Usaha
konsultan akturia yang memberikan jasa konsultasi akturia;
5.
Usaha
Agen Asuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam rangka pemasaran jasa
asuransi untuk dan atas nama penanggung.
BAB IV
RUANG LINGKUP USAHA
PERUSAHAAN
PERASURANSIAN
Pasal 4
Usaha asuransi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 huruf a hanya dapat dilakukan oleh perusahaan perasuransian, dengan
ruang lingkup kegiatan sebagai berikut:
a.
Perusahaan
Asuransi Kerugian hanya dapat menyelenggarakan usaha dalam bidang asuransi
kerugian, termasuk reasuransi;
b.
Perusahaan
Asuransi Jiwa hanya dapat menyelenggarakan usaha dalam bidang asuransi jiwa,
dan asuransi keschatan, asuransi kecelakaan diri, dan usaha anuitas, serta
menjadi pendiri dan pengurus dana pensiun sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dana pensiun yang berlaku;
c.
Perusahaan
Reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha pertanggungan ulang.
Pasal 5
Usaha penunjang usaha asuransi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf b hanya dapat dilakukan oleh perusahaan
perasuransian dengan ruang lingkup kegiatan usaha sebagai berikut:
a.
Perusahaan
Pialang Asuransi hanya dapat menyclenggarakan usaha dengan bertindak mewakili
tertanggung dalam rangka transaksi yang berkaitan dengan kontrak asuransi;
b.
Perusahaan
Pialang Reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha dengan bertindak mewakili
perusahaan asuransi dalam rangka transaksi yang berkaitan dengan kontrak
reasuransi;
c.
Perusahaan
Penilai Kerugian Asuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha jasa penilaian
kerugian atas kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada obyek asuransi
kerugian;
d.
Perusahaan
Konsultan Akturia hanya dapat menyelenggarakan usaha jasa di bidang akturia;
e.
Perusahaan
Agen Asuransi hanya dapat memberikan jasa pemasaran asuransi bagi satu
perusahaan asuransi yang memiliki izin usaha dari Menteri.
BAB V
PENUTUPAN OBYEK
ASURANSI
Pasal 6
1.
Penutupan
asuransi atas obyek asuransi harus didasarkan pada kebebasan memilih
penanggung, kecuali bagi Program Asuransi Sosial.
2.
Penutupan
obyek asuransi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan dengan
memperhatikan daya tampung perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi di
dalam negeri.
3.
Pengaturan
lebih lanjut mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
BENTUK HUKUM USAHA
PERASURANSIAN
Pasal 7
1.
Usaha
perasuransian hanya dapat dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk:
a.
Perusahaan
Perseroan (PERSERO);
b.
Koperasi;
c.
Usaha
Bersama (Mutual).
2.
Dengan
tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat(l),usaha konsultan
akturia dan usaha agen asuransi dapat dilakukan olch perusahaan perorangan.
3.
Ketentuan
tentang usaha perasuransian yang berbentuk Usaha Bersama (Mutual) diatur lebih
lanjut dengan Undang-undang.
BAB VII
KEPEMILIKAN
PERUSAHAAN PERASURANSIAN
Pasal 8
1.
Perusahaan
Perasuransian hanya dapat didirikan oleh:
a.
Warga
negara Indonesia
dan atau badan hukum Indonesia
yang sepenuhnya dimiliki warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia;
b.
Perusahaan
perasuransian yang pemiliknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dengan
perusahaan perasuransian yang tunduk pada hukum asing.
2.
Perusahaan
perasuransian yang didirikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b harus
merupakan:
a.
Perusahaan
perasuransian yang mempunyai kegiatan usaha sejenis dengan kegiatan usaha dari
Perusahaan perasuransian yang mendirikan atau memilikinya;
b.
Perusahaan
Asuransi Kerugian atau Perusahaan Reasuransi, yang para pendiri atau pemilik
perusahaan tersebut adalah Perusahaan Asuransi Kerugian dan atau Perusahaan
Reasuransi.
3.
Ketentuan
lebih lanjut mengenai kepemilikan Perusahaan Perasuransian sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
PERIZINAN USAHA
Pasal 9
1.
Setiap
pihak yang melakukan usaha perasuransian wajib mendapat izin usaha dari
Menteri, kecuali bagi perusahaan yang menyelenggarakan Program Asuransi Sosial.
2.
Untuk
mendapatkan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dipenuhi
persyaratan mengenai:
a.
Anggaran
dasar;
b.
Susunan
organisasi;
c.
Permodalan;
d.
Kepemilikan;
e.
Keahlian
di bidang perasuransian;
f.
Kelayakan
rencana kerja;
g.
Hal-hal
lain yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan usaha perasuransian secara
sehat.
3.
Dalam
hal terdapat kepemilikan pihak asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
(1) huruf b, maka untuk memperolch izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) wajib dipenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) serta
ketentuan mengenai batas kepemilikan dan kepengurusan pihak asing.
4.
Ketentuan
lebih lanjut mengenai persyaratan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
PEMBINAAN DAN
PENGAWASAN
Pasal 10
Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha
perasuransian dilakukan oleh Menteri.
Pasal 11
1.
Pembinaan
dan pengawasan terhadap usaha perasuransian meliputi
a.
Kesehatan
keuangan bagi Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan Asuransi Jiwa dan
Perusahaan Reasuransi, yang terdiri dari:
1)
Batas
tingkat solvabilitas;
2)
Retensi
sendiri;
3)
Reasuransi;
4)
Investasi;
5)
Cadangan
teknis; dan
6)
Ketentuan-ketentuan
lain yang berhubungan dengan kesehatan keuangan;
b.
Penyelenggaraan
usaha, yang terdiri dari:
1)
Syarat-syarat
polis asuransi;
2)
tingkat
premi;
3)
Penyelesaian
klaim;
4)
Persyaratan
keahlian di bidang perasuransian; dan
5)
Ketentuan-ketentuan
lain yang berhubungan dengan penyelenggaraan usaha.
2.
Setiap
Perusahaan Perasuransian wajib memelihara kesehatan sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) serta wajib melakukan usaha sesuai dengan
prinsip-prinsip asuransi yang sehat.
3.
Ketentuan
lebih lanjut mengenai kesehatan keuangan darl penyelenggaraan usaha sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
Perusahaan Pialang Asuransi dilarang
menempatkan penutupan asuransi pada perusahaan asuransi yang tidak mempunyai
izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
Pasal 13
1.
Perusahaan
Pialang Asuransi dilarang menempatkan penutupan asuransi kepada suatu
perusahaan asuransi yang merupakan Afiliasi dari Perusahaan Pialang Asuransi
yang bersangkutan, kecuali apabila calon tertanggung telah terlebih dahulu
diberitahu secara tertulis dan menyetujui mengenai adanya Afiliasi tersebut.
2.
Perusahaan
Penilai Kerugian Asuransi dilarang melakukan penilaian kerugian atas obyek
asuransi yang diasuransikan kepada Perusahaan Asuransi Kerugian yang merupakan
Afiliasi dari Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi yang bersangkutan.
3.
Perusahaan
Konsultan Aktuaria dilarang memberikan jasa kepada Perusahaan Asuransi Jiwa
atau dana pensiun yang merupakan Afiliasi dari Perusahaan Konsultan Aktuaria
yang bersangkutan.
4.
Agen
Asuransi dilarang bertindak sebagai agen dari perusahaan asuransi yang tidak
mempunyai izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
Pasal 14
1.
Program
Asuransi Sosial hanya dapat diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara.
2.
Terhadap
perusahaan yang menyelenggarakan Program Asuransi Sosial sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) berlaku ketentuan mengenai pembinaan dan pengawasan dalam
Undang-undang ini.
Pasal 15
1.
Dalam
melakukan pembinaan dan pengawasan, Menteri melakukan pemeriksaan berkala atau
setiap waktu apabila diperlukan terhadap usaha perasuransian.
2.
Setiap
perusahaan perasuransian wajib memperlihatkan buku, catatan, dokumen, dan
laporan-laporan, serta memberikan keterangan yang diperlukan dalam rangka
pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 16
1.
Setiap
Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan Asuransi Jiwa, Perusahaan Reasuransi,
Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan Pialang Reasuransi wajib
menyampaikan neraca dan perhitungan laba rugi perusahaan beserta penjelasannya
kepada Menteri.
2.
Setiap
perusahaan perasuransian wajib menyampaikan laporan operasional kepada Menteri.
3.
Setiap
Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan Asuransi Jiwa, dan Perusahaan
Reasuransi wajib mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi perusahaan dalam
surat kabar harian di Indonesia yang memiliki peredaran yang luas.
4.
Selain
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat(3), setiap
Perusahaan Asuransi Jiwa wajib menyampaikan laporan investasi kepada Menteri.
5.
Bentuk,
susunan dan jadwal penyampaian laporan serta pengumuman neraca dan perhitungan
laba rugi perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 17
1.
Dalam
hal terdapat pelanggaran terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini atau
peraturan pelaksanaannya, Menteri dapat melakukan tindakan berupa pemberian
peringatan, pembatasan kegiatan usaha, atau pencabutan izin usaha.
2.
Tindakan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterapkan dengan tahapan pelaksanaan
sebagai berikut:
a.
Pemberian
peringatan;
b.
Pembatasan
kegiatan usaha;
c.
Pencabutan
izin usaha.
3.
Sebelum
pencabutan izin usaha, Menteri dapat memerintahkan perusahaan yang bersangkutan
untuk menyusun rencana dalam rangka mengatasi penyebab dari pembatasan kegiatan
usahanya.
4.
Tata
cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) serta jangka
waktu bagi perusahaan dalam memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
1.
Dalam
hal tindakan untuk memenuhi rencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat
(3) telah dilaksanakan dan apabila dari pelaksanaan tersebut dapat disimpulkan
bahwa perusahaan yang bersangkutan tidak mampu atau tidak bersedia
menghilangkan hal-hal yang menyebabkan pembatasan termaksud, maka Menteri
mencabut izin usaha perusahaan.
2.
Pencabutan
izin usaha diumumkan oleh Menteri dalam surat
kabar harian di Indonesia
yang memiliki peredaran yang luas.
Pasal 19
Dalam ha] perusahaan telah berhasil melakukan
tindakan dalam rangka mengatasi penyebab dari pembatasan kegiatan usahanya
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4), maka perusahaan
yang bersangkutan dapat melakukan usahanya kembali.
BAB X
KEPAILITAN DAN
LIKUIDASI
Pasal 20
1.
Dengan
tidak mengurangi berlakunya ketentuan dalam Peraturan Kepailitan, dalam hal
terdapat pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, maka
Menteri, berdasarkan kepentingan umum dapat memintakan kepada Pengadilan agar
perusahaan yang bersangkutan dinyatakan pailit.
2.
Hak
pemegang polis atas pembagian harta kekayaan Perusahaan Asuransi Kerugian atau
Perusahaan Asuransi Jiwa yang dilikuidasi merupakan hak utama.
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 21
1.
Barang
siapa menjalankan atau menyuruh menjalankan kegiatan usaha perasuransian tanpa
izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, diancam dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 2.500.000.000,-
(dua milyar lima ratus juta rupiah).
2.
Barang
siapa menggelapkan premi asuransi diancam dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas)
tahun dan denda paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
3.
Barang
siapa menggelapkan dengan cara mengalihkan, menjaminkan, dan atau mengagunkan
tanpa hak, kekayaan Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan Asuransi Kerugian
atau Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan denda paling banyak Rp 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus
juta rupiah).
4.
Barang
siapa menerima, menadah, membeli, atau mengagunkan, atau menjual kembali
kekayaan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) yang diketahuinya atau
patut diketahuinya bahwa barang- barang tersebut adalah kekayaan Perusahaan
Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan Reasuransi,
diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
5.
Barang
siapa secara sendiri-sendiri atau bersama-sama melakukan pemalsuan atas dokumen
Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan
Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp
250.000.000,- (dua ratus lima
puluh juta rupiah).
Pasal 22
Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, terhadap perusahaan perasuransian yang
tidak memenuhi ketentuan Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya dapat
dikenakan sanksi administratip, ganti rugi, atau denda, yang ketentuannya lebih
lanjut akan ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 adalah kejahatan.
Pasal 24
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 dilakukan oleh atau atas nama suatau badan hukum atau badan
usaha yang bukan merupakan badan hukum, maka tuntutan pidana dilakukan terhadap
badan tersebut atau terhadap mereka yang memberikan perintah untuk melakukan tindak
pidana itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam melakukan tindak pidana
itu maupun terhadap kedua-duanya.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 25
1.
Perusahaan
Perasuransian yang telah mendapat izin usaha dari Menteri pada saat
ditetapkannya Undang-undang ini, dinyatakan telah mendapat izin usaha
berdasarkan Undang-undang ini.
2.
Perusahaan
Perasuransian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diwajibkan menyesuaikan diri
dengan ketentuan dalam Undang-undang ini.
3.
Ketentuan
tentang penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) serta jangka waktunya
ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 26
Peraturan perundang-undangan mengenai usaha
perasuransian yang telah ada pada saat Undang-undang ini mulai berlaku,
sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini, dinyatakan tetap berlaku
sampai peraturan perundang-undangan yang menggantikannya berdasarkan
Undang-undang ini ditetapkan.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
Dengan berlakunya Undang-undang ini maka
Ordonnanntie ophet Levensverzekeringbedrijf (Staatsblad Tahun 1941 Nomor 101)
dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 28
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 11
Pebruari 1992
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SOEHARTO
Diundangkan di
Jakarta
pada tanggal 11
Pebruari 1992
MENTERI/SEKRETARIS
NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
MOERDIONO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar